GenPI.co - Dugaan aliran dana kepada mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong sebagai tersangka kasus korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan tengah didalami.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Harli Siregar mengatakan dalam kasus dugaan korupsi impor gula ini, negara dirugikan Rp 400 miliar.
“Terkait dengan kerugian keuangan negara yang sudah disampaikan bahwa ini akan terus dihitung untuk pastinya seperti apa. Mengenai aliran dana itu akan didalami juga,” kata Harli, dikutip Kamis (31/10).
Harli membeberkan penyidik tengah mengumpulkan keterangan untuk mengusut dugaan aliran uang kepada pihak selain Tom Lembong.
Dia adalah tersangka berinisial CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) dan 8 perusahaan yang diduga terlibat.
“Misalnya dari 8 perusahaan itu. Kan dia mendapat keuntungan. Apakah misalnya ada aliran dana terhadap siapa saja? Itu nanti sangat bergantung dengan keterangan yang akan berkembang,” ungkap dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan 2 tersangka dalam kasus korupsi impor gula ini.
Mereka adalah Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan Periode 2015–2016 dan CS, Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI.
Sebelumnya, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar menjelaskan keterlibatan Tom Lembong dimulai ketika pada 12 Mei 2015, ada rapat koordinasi antarkementerian yang menyimpulkanbahwa Indonesia tidak membutuhkan impor gula karena surplus.
Akan tetapi, Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan justru memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah 105.000 ton pada PT AP untuk dijadikan gula kristal putih.
Persetujuan impor ini tidak melalui rapat koordinasi dengan instansi terkait serta tanpa rekomendasi dari kementerian-kementerian terkait.
Merujuk pada aturan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 57 Tahun 2004, pihak yang diperbolehkan mengimpor gula kristal putih hanyalah perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Setelah itu digelar rapat koordinasi di bidang perekonomian pada 28 Desember 2015.
Rapat ini salah satunya membahas Indonesia pada tahun 2016 diprediksi kekurangan gula kristal putih sebanyak 200.000 ton.
Selanjutnya, CS, Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), memerintahkan bawahannya untuk melakukan pertemuan dengan 8 perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula.
Hal ini dilakukan dalam rangka stabilisasi harga gula dan pemenuhan stok gula nasional pada November-Desember 2015.
Perusahaan swasta ini adalah PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, dan PT MSI.
Kedelapan perusahaan swasta ini mengelola gula kristal menjadi gula kristal putih.
Akan tetapi, sebenarnya perusahaan ini hanya memiliki izin pengelolaan gula rafinasi.
Di sisi lain, semestinya untuk memenuhi stok dan stabilisasi harga, gula yang diimpor adalah gula kristal putih secara langsung.
Sedangkan perusahaan yang dapat melakukan impor hanya BUMN.
Akan tetapi, gula yang diimpor adalah gula kristal mentah. Selanjutnya, PT PPI seakan-akan membeli gula tersebut.
Pada kenyataannya, gula ini dijual oleh 8 perusahaan tersebut kepada masyarakat melalui distributor.
Harganya Rp16.000 per kilogram atau lebih tinggi di atas harga eceran tertinggi (HET) saat itu, sebesar Rp13.000/kg.
"Bahwa dari pengadaan dan penjualan gula kristal mentah yang telah menjadi gula kristal putih tersebut, PT PPI mendapatkan fee (upah) dari delapan perusahaan yang mengimpor dan mengelola gula tadi sebesar Rp105 per kilogram," ungkap dia.
Qohar menegaskan atas perbuatan tersangka, negara dirugikan sekitar Rp400 million.
Keduanya dijerat Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.(ant)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News