GenPI.co - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan kronologi kasus dugaan korupsi impor gula yang melibatkan mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar mengatakan Tom Lembong terlibat kasus ini ketika pada 12 Mei 2015 ada rapat koordinasi antarkementerian menyimpulkan Indonesia mengalami surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor.
Namun demikian, Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan saat itu memberikan izin persetujuan impor gula di tahun yang sama.
"Saudara TTL memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP, yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih," kata dia dikutip Rabu (30/10).
Tom Lembong mengeluarkan persetujuan impor tanpa melalui rapat koordinasi dengan instansi terkait.
Keputusan ini juga tidak ada rekomendasi dari kementerian-kementerian untuk mengetahui kebutuhan riil gula di dalam negeri.
Berdasarkan aturan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 57 Tahun 2004, pihak yang diizinkan mengimpor gula kristal putih hanyalah perusahaan badan usaha milik negara (BUMN).
Setelah itu digelar rapat koordinasi di bidang perekonomian pada 28 Desember 2015.
Rapat ini salah satunya membahas Indonesia pada tahun 2016 diprediksi kekurangan gula kristal putih sebanyak 200.000 ton.
Selanjutnya, CS, Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), memerintahkan bawahannya untuk melakukan pertemuan dengan 8 perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula.
Hal ini dilakukan dalam rangka stabilisasi harga gula dan pemenuhan stok gula nasional pada November-Desember 2015.
Perusahaan swasta ini adalah PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, dan PT MSI.
Kedelapan perusahaan swasta ini mengelola gula kristal mentah menjadi gula kristal putih.
Akan tetapi, sebenarnya perusahaan ini hanya memiliki izin pengelolaan gula rafinasi.
Di sisi lain, semestinya untuk memenuhi stok dan stabilisasi harga, gula yang diimpor adalah gula kristal putih secara langsung.
Sedangkan perusahaan yang dapat melakukan impor hanya BUMN.
Akan tetapi, gula yang diimpor adalah gula kristal mentah.
Selanjutnya, PT PPI seakan-akan membeli gula tersebut.
Pada kenyataannya, gula ini dijual oleh 8 perusahaan tersebut kepada masyarakat melalui distributor.
Harganya Rp16.000 per kilogram atau lebih tinggi di atas harga eceran tertinggi (HET) saat itu, sebesar Rp13.000/kg.
"Bahwa dari pengadaan dan penjualan gula kristal mentah yang telah menjadi gula kristal putih tersebut, PT PPI mendapatkan fee (upah) dari delapan perusahaan yang mengimpor dan mengelola gula tadi sebesar Rp105 per kilogram," ungkap dia.
Qohar menegaskan atas perbuatan tersangka, negara dirugikan sekitar Rp400 miliar.
Keduanya dijerat Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.(ant)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News