Dirjen AHU Beber Pentingnya Beneficial Ownership untuk Hukum dan Bisnis

15 Agustus 2024 17:30

GenPI.co - Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Cahyo R. Muzhar membeberkan pentingnya Beneficial Ownership untuk hukum dan bisnis yang sehat.

Hal tersebut diungkapkan oleh Cahyo saat Indonesia menjadi tuan rumah forum penting bertajuk 'The Regional Peer Exchange on Advancing Anti-Corruption in Southeast Asia through Beneficial Ownership Transparency'.

Acara ini merupakan hasil kerja sama antara United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), Stolen Asset Recovery Initiative (StAR) World Bank, Open Ownership (OO), dan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM).

BACA JUGA:  Wejangan Dirjen AHU kepada 51 Penerjemah Tersumpah yang Diambil Sumpahnya

Pada kesempatan ini, Ditjen AHU Kemenkumham menilai data pemilik manfaat BO akhir suatu korporasi bermanfaat untuk pengembangan bisnis dan penegakan hukum di Indonesia.

Cahyo R. Muzhar dalam sambutannya menekankan pentingnya transparansi kepemilikan dalam upaya bersama melawan korupsi, pencucian uang, pendanaan terorisme, dan kejahatan keuangan lainnya, termasuk pemulihan aset.

BACA JUGA:  Terkait Skema Model OCI untuk Diaspora Indonesia, Dirjen AHU Buka Suara

Sejak 2018, Ditjen AHU telah mengelola data BO dari seluruh jenis korporasi di Indonesia secara elektronik.

Cahyo mengatakan bahwa sejak menjadi anggota Satuan Tugas (Satgas) Aksi Keuangan Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme atau Financial Action Task Force (FATF) pada akhir 2023, cara Indonesia mengelola basis data pemilik manfaat akhir korporasi dinilai oleh FATF.

BACA JUGA:  Dirjen AHU Beber Pentingnya Transparansi Beneficial Ownership untuk Lawan Korupsi

"Jadi, ada kewajiban perusahaan untuk men-declare pemilik manfaat ini," ujar Cahyo dari rilis yang diterima GenPI.co, Kamis (15/8).

Salah satu yang dinilai oleh FATF adalah terkait dengan bagaimana Indonesia mengelola data dari BO atau pemilik manfaat akhir dari suatu korporasi yaitu bisa PT yayasan firma persekutuan perdata CV dan lain-lain.

Dari segi manfaat bisnis, Cahyo menjelaskan bahwa data pemilik manfaat diperlukan agar pihak yang berbisnis dengan korporasi di Indonesia mengetahui pemilik manfaat akhir dari korporasi tersebut supaya tidak berbisnis dengan entitas yang terlibat dalam tindak pidana.

Dengan demikian, imbuh Cahyo, Indonesia akan mendapatkan kepercayaan dunia, khususnya pada saat Indonesia ingin mengembangkan dan memacu perekonomian.

"Tentu investor pada saat ingin berinvestasi di Indonesia harus memastikan bahwa uangnya tidak tercampur dengan hasil tindak pidana," tuturnya.

Sementara itu, dari perspektif manfaat penegakan hukum, dia menuturkan bahwa kepentingan institusi penegak hukum Indonesia dapat dipenuhi dalam proses hukum berupa penyidikan, penuntutan, eksekusi, baik tindak pidana umum, tindak pidana khusus, mau pun tindak pidana transnasional antarnegara.

Pada saat yang bersamaan, kata dia, Indonesia saat ini sedang dalam proses evaluasi oleh Bank Dunia terkait dengan kemudahan berusaha sehingga terdapat urgensi menyeimbangkan kemudahan berbisnis dan berinvestasi di Indonesia dengan keamanan berbisnis.

"Tentu investor pada saat ingin berinvestasi di Indonesia harus memastikan bahwa uangnya tidak juga tercampur dengan hasil tindak pidana," kata Cahyo

"Dengan demikian, harus mudah bisnis dan mudah investasi, tetapi juga harus dipastikan bahwa tidak ada uang atau bisnis dan investasi yang kemudian disalahgunakan untuk tindak pidana," imbuhnya.

Tindak pidana dimaksud, yakni seperti tindak pidana pencucian uang (TPPU), tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT), dan proliferasi nuklir.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Cosmas Bayu

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2025 by GenPI.co