GenPI.co - Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga menilai sinyal wacana reshuffle kabinet Presiden Joko Widodo alias Jokowi tidak mendasar.
Menurutnya, ada dua persoalan terkait sinyal reshuffle kabinet yang disampaikan Jokowi saat merespons hasil survei Charta Politica.
“Pertama, masyarakat biasanya setuju ada reshuffle bila kinerja kabinet rendah,” ujar Jamiluddin kepada GenPI.co, Rabu (28/12).
Jamiluddin menilai indikasi tersebut akan terlihat dari ketidakpuasan masyarakat kepada kenerja kabinet Jokowi.
“Namun indikasi tersebut tidak terlihat dari hasil survei Charta Politica. Hasil surveinya justru 72,9 persen responden menyatakan puas terhadap pemerintahan Jokowi,” tuturnya.
Oleh sebab itu, menurutnya, data hasil survei tersebut tidak konsisten. Dia juga berpendapat hasil survei itu tidak cukup memadai dijadikan dasar mereshuffle kabinet.
“Jadi, sangat tidak logis melakukan reshuffle kabinet kalau masyarakat setuju ada reshuffle kabinet sementara mereka puas terhadap pemerintahan Jokowi,” kata dia.
Kedua, menurut Jamiluddin, reshuffle biasa dilakukan apabila kinerja kabinetnya rendah atau alasan kisruh politik yang menyebabkan kepercayaan masyarakat kepada kabinet rendah.
“Dua penyebab itu tidak terlihat pada pemerintahan Jokowi. Kisruh politik tidak terlihat karena terjaganya stabilitas politik nasional,” ucap Jamiluddin.
Oleh sebab itu, menurutnya, tidak ada dasar yang dapat dijadikan acuan untuk melakukan reshuffle kabinet.
“Karena itu, bila ada reshuflle bisa jadi bertujuan untuk mendepak menteri dari Partai NasDem,” pungkas Jamiluddin. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News