GenPI.co - Pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Bivitri Susanti mengomentari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo alias Jokowi yang memerintahkan untuk mereformasi sistem peradilan dari sisi eksekutif.
Menurut Bivitri, reformasi sistem peradilan dari sisi eksekutif tersebut tak menjadi masalah.
"Syaratnya, kemandirian kekuasaan kehakiman dalam konteks hakim tak boleh dipengaruhi ketika membuat keputusan pengadilan," ucap dia di Auditorium CSIS, Jakarta Pusat, Kamis (29/9).
Bivitri mengatakan peradilan dari sistem organisasi tak akan menjadi masalah jika dibantu.
Contohnya, kata dia, semisal ada restrukturisasi yang dilakukan sendiri oleh Mahkamah Agung (MA), eksekutif tetap membantu prosesnya.
"Menurut saya, sih, enggak masalah," ungkapnya.
Bivitri membayangkan jika Menkopolhukam memfasilitasi dialog karena ada di bawah eksekutif seperti KPK, kemudian mengundang lembaga lain seperti Komisi Yudisial.
Dengan demikian, mereka bisa duduk bersama mengonsepkan sesuatu untuk membantu MA.
Dia menyebut hal itu bisa dilakukan jika urgensinya sudah sangat tinggi.
"Sepanjang tidak membuat hakim menjadi takut membuat keputusan, terus keputusan itu akhirnya dibuat MA sendiri, saya menganggap tak masalah," terangnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menegaskan perlu adanya reformasi di sektor hukum Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Jokowi sebagai respons penetapan Hakim Agung Sudrajad Dimyati sebagai tersangka dalam kasus suap pengurusan perkara di MA.
“Memang saya melihat ada urgensi yang sangat penting untuk mereformasi bidang hukum Indonesia. Saya sudah memerintahkan kepada Menkopolhukam,” tutur dia saat di Pangkalan TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusuma, Senin (26/09). (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News