GenPI.co - Polda Metro terus mengusut kasus penyekapan dan eksploitasi seksual yang menimpa gadis ABG berusia 15 tahun di wilayah Jakarta Barat. Sebanyak tujuh saksi diketahui telah diperiksa oleh tim penyidik.
"Pemeriksaan terhadap tujuh saksi telah dilakukan, yaitu pelapor dan pemeriksaan kepada korban," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan kepada wartawan, Sabtu (17/9/2022).
Polisi juga turut memeriksa sejumlah saksi yang diketahui turut bersama korban saat terjadinya tindakan kejahatan tersebut.
"Kami lakukan juga pemeriksaan (terhadap, red) empat saksi yang berada di lokasi kejadian," ujar Zulpan.
Kasus penyekapan dan dipaksa menjadi pekerja seks komersial (PSK) telah dilaporkan korban pada Januari 2021. Korban diketahui disekap selama 1,5 tahun lamanya.
Korban melaporkan seorang perempuan berinisial EMT pada bulan Juni 2022 terkait gal tersebut. Nantinya, polisi pun akan melakukan penetapan tersangka usai adanya bukti pelanggaran pidana yang ditemukan.
"Telah dilakukan gelar perkara dan dinaikkan ke tingkat penyidikan. Rencananya, gelar perkara penetapan tersangka," imbuh Zulpan.
Seperti diketahui, remaja perempuan berusia 15 tahun menjadi korban penyekapan dan dipaksa menjadi pekerja seks komersial (PSK) selama 1,5 tahun lamanya. Korban diming-imingi uang jajan hingga dikuliahkan.
"Orang tua korban bercerita bahwa anaknya selaku korban perdagangan orang-orang ini dipaksa menjadi PSK karena akan dibiayai sekolahnya sampai kuliah. Dibuat menjadi wanita cantik, diberi uang, dan janji-janji lainnya, termasuk akan membelikan kendaraan," ujar pengacara korban Muhammad Zakir Rasyidin kepada wartawan, Sabtu (17/9/2022).
Zakir mengatakan iming-iming itu membuat korban tertarik sehingga memutuskan tinggal di apartemen pelaku sejak Januari 2021.
Namun, semua yang dijanjikan muncikari berinisial EMT tersebut hanyalah kebohongan belaka. Korban justru dipaksa menjadi budak seks dan diwajibkan melayani pria hidung belang setiap hari.
"Ternyata (semua yang dijanjikan muncikari, red) bohong. Yang ada, korban diharuskan melayani pria hidung belang dengan tarif Rp 300-500 ribu sekali main," jelas Zakir.
Jika tidak melakukan hal tersebut, kata Zakir, pelaku EMT akan melakukan kekerasan fisik terhadap para korbannya. Sebab, mereka dianggap tidak bisa mengikuti kemauannya.
"Jika tidak menghasilkan uang, korban korban lain biasanya langsung dipukul oleh muncikari (pelaku EMT, red) alias mami ini. Jadi, benar-benar mereka dipaksa cari uang untuk si mami ini," ungkap Zakir.
Oleh karena itu, Zakir selaku perwakilan korban mendesak kepolisian untuk segera menuntaskan kasus tersebut. Korban meyakini bisnis prostitusi pelaku itu melibatkan lebih dari satu orang.
"Jadi, mata rantai bisnis itu harus diputus. Saya tidak yakin muncikari tersebut bergerak sendiri. Ini bisnis besar karena penghasilan miliaran per bulannya," pungkasnya.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News