ICJR: Polisi Jangan Sembarangan Pakai Pasal Makar di Kasus Papua

02 September 2019 22:22

GenPI.co - Aksi demonstrasi wilayah di Papua dan Papua Barat berbuntut pada masyarakat yang meneriakkan hak untuk menentukan nasib sendiri dan mengibarkan bendera bintang kejora sepekan belakangan.

Berkaitan dengan peristiwa tersebut, Institute for Criminal Justice Reform atau ICJR meminta agar Presiden Joko Widodo, dalam hal ini diwakili Kapolri Jenderal Tito Karnavian, agar memperhatikan dan mempertimbangkan hal-hal berikut:

Pertama, Kepolisian Republik Indonesia harus secara proporsional dan komprehensif melihat serta menimbang latar belakang isu Papua yang berkembang dalam beberapa hari ini. 

Baca juga :

Mulai Senin, Panglima TNI Berkantor di Papua

Berbagai Pihak Kecam Sweeping Polisi Terhadap Mahasiswa Papua

Cerita Tetua Adat Papua yang Berdialog dengan Arwah Gus Dur

“Perjuangan dan demonstrasi beberapa hari ini sekali lagi didasari atas masalah pelecehan dan diskriminasi terhadap mahasiswa Papua yang lambat direspon oleh Pemerintah Indonesia, serta belum adanya kejelasan mengenai penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di tanah Papua,” ujar Erasmus Napitupulu (Direktur Program ICJR) dalam keterangannya, Senin (2/8).

Di lain sisi, lanjut Erasmus bendera bintang kejora adalah simbol yang sudah menjadi kultur bagi masyarakat Papua, sehingga demonstrasi dengan menggunakan bendera bintang kejora adalah sebuah ekspresi kultural, sehingga tidak dapat dikatakan adanya makar.

Kedua, diskusi, ekspresi atau pendapat politik tidak dapat dijerat pasal Makar. Pasal makar 106 KUHP berbunyi “Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah negara jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian dan wilayah negara, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.

Makar yang berasal dari kata aanslag dalam bahasa belanda, yang artinya serangan menunjukkan bahwa ukuran permulaan pelaksanaan haruslah sebuah perbuatan yang dapat diprediksi akan mampu memisahkan sebagian atau seluruh wilayah Negara, paling mendasar adanya penggunaan kekuatan.

Ketiga, tindakan perubahan ketatanegaraan tidak dapat dijerat Makar, termasuk permintaan referendum. Biasanya Pasal 106 KUHP tersebut dikaitkan dengan Pasal 110 KUHP tentang permufakatan jakat untuk melakukan makar. Menarik adalah dalam ketentuan pasal 110 ayat (4) KUHP disebutkan bahwa “Tidak dipidana barang siapa yang ternyata bermaksud hanya mempersiapkan atau memperlancar perubahan ketatanegaraan dalam artian umum.”

“Pasal ini dapat dipahami sebagai pasal pengaman yang dibuat belanda agar diskusi-diskusi dan ekspresi serta pendapat politik tidak bisa dijerat pidana makar, sebagaimana catatan rapat pembentukan KUHP Belanda,” imbuhnya.

Berdasarkan tiga titik tekan di atas, maka ICJR dan ELSAM meminta agar Aparat Kepolisian Republik Indonesia harus berhati-hati dalam menggunakan pasal Makar bagi mahasiswa dan aktivis Papua, serta memberikan akses yang seluas-luasnya terhadap para mahasiswa dan aktivis tersebut untuk mendapatkan bantuan dan pendampingan hukum dari Pengacara.

Video seru hari ini:

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2025 by GenPI.co