GenPI.co - Ahli Hukum Pidana Harkristuti Harkrisnowo mempertanyakan putusan hakim yang tidak membebankan restitusi langsung kepada terdakwa tindak pidana pemerkosaan 13 santriwati, Herry Wirawan.
Harkristuti menilai seharusnya restitusi tidak dibebankan kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).
“Ada kerancuan dalam putusan hakim yang memilih KemenPPPA untuk membayar restitusi terdakwa,” ujarnya dalam Media Briefing LPSK “Restitusi vs Kompensasi Bagi Korban Kekerasan Seksual, Rabu (23/2).
Menurut Harkristuti, lembaga yang seharusnya diberikan mandat dalam mengurusi korban dan saksi adalah Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Dalam UU Nomor 31 Tahun 2014, disebutkan bahwa mandat LPSK itu termasuk pengajuan restitusi dan/atau kompensasi kepada yang diajukan.
“Hakim tak langsung memutuskan pemberian restitusi dan besarannya. Restitusi itu seharusnya diminta oleh korban kepada pengadilan melalui LPSK,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Harkristuti menegaskan bahwa pengadilan tak boleh melanggar ketentuan-ketentuan yang sudah ada dengan alasan mengutamakan kepentingan korban.
“Saya senang pengadilan telah berorientasi pada kepentingan korban, tetapi ketentuan yang sudah ada jangan ditabrak begitu saja,” paparnya.
Harkristuti pun menyarankan agar pengadilan dan pihak terkait bisa memikirkan bersama terkait ketentuan restitusi atau kompensasi yang hendak diterapkan dalam putusan tersebut.
“Tentu perlu dipikirkan mekanismenya dan bagaimana sumber keuangannya. Selain itu, perlu diperhatikan persyaratan yang tepat terkait siapa yang bisa memperoleh restitusi dan kompensasi,” pungkas Harkristuti. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News