GenPI.co - Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul memberi tanggapan terkait pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Sebelumnya, ST Burhanuddin meminta perkara korupsi dengan kerugian di bawah Rp 50 juta tak diproses hukum.
Menurut Adib Miftahul, cara Burhanuddin yang ingin mempercepat proses hukum dari para koruptor sangat tidak tepat.
"Kalau jaksa agung bilang gagasannya itu karena ingin cepat, ya, itu urusannya dia dan awak kapalnya. Enggak ada urusan sama korupsi kecil atau besar," jelas Adib Miftahul kepada GenPI.co, Senin (31/1).
Oleh sebab itu, dirinya menilai kejaksaan agung harus melakukan evaluasi dan upaya restorative justice tersebut harus dijadikan bahan koreksi.
"Kalau dia bisa mengorganisir kejaksaan agung, apapun korupsinya pasti tetap diproses dengan baik. Karena, besar atau kecilnya kasus korupsi merupakan sebuah tantangan," ungkap Adib Miftahul.
Adib Miftahul mengaku tidak ingin hal ini benar-benar terealisasikan.
Sebab, gagasan Burhanuddin berpotensi memberikan keringanan dan muncul stigma bahwa koruptor boleh mencuri.
Menurut Adib Miftahul, kelak, masyarakat akan menilai bahwa jaksa agung mengonfirmasi bahwa korupsi itu adalah budaya.
"Padahal, kami selama ini menolak kalau korupsi itu disebut demikian," tegasnya.
Di sisi lain, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan bahwa dirinya memahami pernyataan ST Burhanuddin sebagai gagasan.
Pasalnya, menurut dia, biaya proses hukum jauh lebih mahal dari uang yang dikorupsi.
"Kalau kami perhitungkan biayanya dari proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, sampai ke pengadilan, banding, dan kasasi biayanya tentu lebih besar dari Rp 50 juta," ungkap Ghufron.
"Sehingga saya memahami gagasan tersebut," imbuhnya.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News