GenPI.co - Pakar hukum tata negara STHI Jentera Bivitri Susanti meminta pemerintah segera mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
Pasalnya, PP 5/2021 dibuat dengan mengacu ke Undang-Undang Cipta Kerja yang sudah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai inkonstitusional bersyarat.
“Pemerintah juga harus mengubah isi dari UU Cipta Kerja yang banyak bermasalah,” ujarnya dalam kegiatan “Dialog Temuan Awal Kajian Komnas Perempuan tentang Dampak UU Cipta Kerja terhadap Pekerja Migran Indonesia”, Jumat (17/12).
Bivitri juga menegaskan bahwa advokasi dalam mengawal pembatalan PP 5/2021 dan pengubahan UU Ciptaker harus berjalan dengan baik.
Sebab, sudah banyak pihak yang menemukan bahwa kedua peraturan tersebut memiliki banyak masalah yang akan mempengaruhi kesejahteraan para pekerja.
“Advokasi itu bisa mendorong pemerintah untuk membuat PP baru yang dapat menutup kelemahan-kelemahan itu,” ungkapnya.
Lebih lanjut, PP baru tersebut diharapkan bisa langsung mengatur tentang buruh migran secara lebih baik.
“Jika memang PP 5/2021 membahas terkait perizinan berusaha dan pelaksanaan Online Single Submission (OSS), PP baru bisa mengatur perihal kesejahteraan para pekerja, termasuk buruh migran,” tuturnya.
Seperti diketahui, MK telah memutuskan UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 atau inkonstitusional bersyarat.
Artinya, UU Cipta Kerja sudah tak memiliki daya ikat lagi sebagai produk hukum sampai batas waktu perbaikan selama dua tahun.
Dalam putusannya, MK juga meminta agar pemerintah tak menerbitkan peraturan baru yang terkait dengan UU Cipta Kerja sampai hasil revisi disetujui. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News