GenPI.co - Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun blak-blakan menilai perdebatan pengacara senior Yusril Ihza Mahendra dengan Zainal Arifin Mochtar soal gugatan AD/ART Partai Demokrat ke Mahkamah Agung (MA) sudah tidak lagi substantif.
Hal tersebut diungkapkan pengamat sosial dan politik itu melalui video yang tayang di Channel YouTube Refly Harun.
"Sebenarnya ada dua hal perdebatannya dan celakannya perdebatan itu, sepertinya perdebatan itu belakangan yang tidak substantifnya lebih menonjol," jelas Refly dikutip GenPI.co, Jumat (8/10).
Merespons hal itu, Refly Harun mengajak kepada pihak-pihak yang sedang berseteru untuk berdebat dan membahas langsung substansinya.
"Makanya perdebatan itu (saat ini) seperti tidak substantifnya yang dibahas. Substantifnya itu adalah apakah terobosan Yusril itu bisa dibenarkan atau tidak secara teori hukum kan begitu," beber Refly Harun.
Menurut Refly Harun, bahwa perdebatan antara praktisi hukum dan akademisi yang kedua yaitu lebih menyentuh isu-isu yang pinggiran-pinggirannya.
Mulai soal membela kubu pemerintah, hingga uang Rp100 miliar dan lain sebagainya.
"Rupanya ketika menanggapi Zainal dan Ferry Hapsari, Yusril lebih tergoda untuk melihat persoalan pinggirannya dan Zainal pun lebih pada pinggirannya," jelas Refly Harun.
"Sehingga debat (Yusril vs Zainal) tentang teori dan filsafat hukumnya tidak ada, yang terjadi adalah saling menyindir di ruang publik," ujar Refly Harun.
Sebelumnya, Refly Harun menilai, bahwa persoalan yang diperdebatkan Yusril Ihza Mahendra dan Zainal Arifin Mochtar sebetulnya sederhana.
"Yang namanya dua intelektual hukum atau akademisi hukum bertemu berdebat, maka akan ada tiga pendapat, pendapat akademisi hukum pertama, kedua dan yang ketiga adalah yang diluar kedua itu," sindirnya.
Refly Harun juga mengingatkan, bahwa ada satu hal yang perlu digaris bawahi dari perseteruan Yusril Ihza Mahendra dengan Zainal Arifin Mochtar terkait AD/ART partai ini adalah ingin membuat terobosan hukum.
"Ya, harusnya ke Mahkamah Konstitusi (MK) terlebih dulu. Atau kita mempunyai mekanisme yang namanya konstitusional question, karena itu menyangkut eksistensi pasal 24a ayat 1 UUD 1945," ujar Refly Harun.
"Di situ ditentukan kewenangan Mahkamah Agung adalah menguji peraturan perundang-undangan. Dengan di bawah undang-undang, jadi peraturan di bawah perundang-undangan itu masuknya adalah peraturan yang dikeluarkan oleh instusi atau lembaga negara yang memang berwenang mengeluarkan peraturan perundang-undangan," imbuhnya.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News