GenPI.co - Pendeta Saifuddin Ibrahim mengomentari keputusan mengenai langkah Polri terhadap Irjen Napoleon Bonaparte.
Sebagaimana diketahui perwira polisi yang diduga menganiaya Muhammad Kace itu di sel isolasi.
Pendeta Saifuddin manyahut, mengisolasi Napoleon kurang tepat. Seharusnya dia dikirim ke penjara Nusalambangan, Jawa Tengah.
"Itu bukan jenderal, model begitu. Kalau bisa bawa ke Nusakambangan. Itu bukan orang yang cinta NKRI," kata Saifuddin saat dihubungi jpnn.com, Jumat (24/9).
Dia lantas mengemukakan alasannya meminta Napoleon dikirim ke Nusakambangan.
Walau berstatus tahanan, Napoleon dikatakan menggunakan posisinya sebagai jenderal aktif untuk mengintervensi tugas polisi.
"Dia (Napoleon Bonaparte, red) masih jenderal aktif. Jadi, dia ditakuti oleh penjaga sel di bawah itu. Dia semaunya melakukan intervensi tugas polisi," kata Saifuddin.
Dia menambahkan bahwa apa yang telah dilakukan Napoleon adalah merusak tatanan di Polri.
Pria yang mengaku kerabat Muhammad Kace itu mengingatkan bahwa Napoleon bukanlah polisi agama.
"Tidak ada polisi agama di Indonesia. Dia belajar akademi polisi di mana, di Mekah?" ujar Saifuddin.
Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Rusdi Hartono mengatakan bahwa pihaknya memeriksa sudah ada 18 orang saksi terkait penganiayaan Muhammad Kace
“Empat petugas yang jaga saat itu dan dua juga saksi ahli dalam hal ini dokter yang memeriksa saudara MK dan sisanya adalah para penghuni rutan,” kata Rusdi, Kamis (23/9).
Dia mengatakan bahwa bahwa dari alat bukti yang ada penyidik akan segera melakukan gelar perkara.
“Dengan begitu segera ditentukan tersangka dari kasus tersebut,” kata Brigjen Rusdi.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News