GenPI.co - Direktur Eksekutif Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Hendra Setyawan menyoroti putusan MK yang mengatur soal Pilkada Serentak 2024.
Dalam putusan itu, ada frasa 'sepanjang tidak diatur oleh UU yang bersifat kekhususan'.
Hal itu lantas memancing perdebatan apakah daerah yang memiliki kekhususan bisa dikesampingkan dan bisa menggelar pilkada sendiri pada 2022.
"Yang daerah khusus itu ada Aceh, Papua, Yogyakarta, dan Jakarta," kata Hendra kepada GenPI.co, Senin (20/9/2021).
Akan tetapi, khusus di Yogyakarta dan Jakarta ini tidak memiliki keterdesakan untuk dilakukan Pilkada 2022.
Sebab, dua daerah ini tidak memiliki UU bersifat kekhususan yang mutlak seperti penyelenggaraannya.
"Dia kekhususannya hanya pemenang pilkada wajib 50+1, beda dengan daerah lain yang tidak 50+1 itu tetap bisa menang," katanya.
Sebaliknya, Aceh dan Papua memiliki UU yang bersifat khusus.
Aceh misalnya, yang mana daerah itu merefer perjanjian damai Helsinki sehingga mereka memiliki Pemerintah Aceh dan partai lokal Aceh.
Begitu pula dengan Papua yang memiliki Majelis Rakyat Papua.
"Hal-hal itu yang dimaksud dengan UU khusus sebenarnya," katanya.
Oleh karena itu, Aceh dan Papua sebenarnya masih menjadi perdebatan apakah bisa dikesampingkan dan bisa menggelar Pilkada 2022.
Seperti diketahui, ketentuan di Pasal 199 UU Nomor 1 Tahun 2015 menyebutkan bahwa "Ketentuan dalam undang-undang ini berlaku juga bagi penyelenggaraan pemilihan di Provinsi Aceh, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi papua, dan Provinsi Papua Barat, sepanjang tidak diatur dalam undang-undang tersendiri".
Adapun, Aceh dianggap bisa menggelar Pilkada 2022 lantaran memiliki amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA). (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News