GenPI.co - Akademisi Philipus Ngorang memberikan pendapatnya terkait surat dari Serikat Bersama Garuda Bersatu (Sekber) yang berisi permintaan tolong kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Diketahui, dalam surat tertanggal 12 Juli 2021 itu, Sekber mengatakan bahwa kondisi flag carrier Garuda Indonesia berada di ambang kebangkrutan.
PT Garuda Indonesia juga selama 2020 mengalami kerugian sebesar 2,44 miliar dollar AS atau sekitar Rp 35,38 triliun.
Menurut Ngorang, kiriman surat terbuka kepada Presiden Jokowi terkait kondisi itu bukan sebuah masalah.
Pasalnya, tiap orang atau pihak dapat mengajukan permintaan langsung kepada presiden.
“Namun, tindak lanjut dari surat tersebut adalah keputusan murni dari presiden,” ujar dia kepada GenPI.co, Minggu (18/7/2021).
Ngorang menegaskan masalahnya tidak berada pada ke mana surat itu ditujukan.
Namun, masalah terletak pada kondisi PT Garuda Indonesia yang bisa merugi.
“Garuda ini sudah ada sejak Indonesia merdeka, kenapa bisa sampai merugi begitu besar dan mau bangkrut? Memangnya selama ini manajemennya seperti apa?,” ungkapnya.
Lebih lanjut, pengajar di Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie itu menambahkan bahwa PT Garuda Indonesia boleh saja meminta bantuan dana untuk menanggulangi kerugian mereka selama setahun lebih ini.
Namun, ada satu syarat utama yang harus dipenuhi PT Garuda Indonesia sebelum meminta hal tersebut kepada pemerintah.
“Harus dipastikan dulu apakah Garuda selama ini benar-benar menyumbang keuntungan untuk negara atau keuntungannya hanya dibagi-bagi di level direksi atau pihak terkait,” katanya.
Ngorang menilai jika PT Garuda tak memberikan keuntungan signifikan kepada negara, pemerintah tak berhak memberikan bantuan dana tersebut.
“Ini perusahaan umum, jadi kadang suka dikelola seenaknya saja. Kalau milik perorangan, biasanya lebih terkelola dengan baik,” tutur dia.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News