GenPI.co - Direktur Eksekutif Oversight of Indonesia Democratic Policy Satyo Purwanto memberi tanggapan terkait draft Rancangan Undang Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 219 yang membahas soal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden.
"Dalam negara demokrasi mestinya tidak dikenal pasal penghinaan terhadap lembaga negara dan presiden," jelas Satyo Purwanto kepada GenPI.co, Kamis (10/6).
Menurut Satyo Purwanto, pihak-pihak yang menginginkan pasal tersebut disahkan sama saja seperti kaki tangan penjajah yang ingin menyuburkan feodalisme.
"Mindset-nya merendahkan martabat kemanusian, jika mengharapkan pasal itu berlaku bisa dipastikan mereka adalah orang-orang yang menganggap adanya kelas dan perbedaan derajat manusia," ungkapnya.
Seperti diketahui, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) saat ini sedang melakukan sosialisasi terkait RUU KUHP.
Dalam draft tersebut, terdapat salah satu pasal yang tengah menjadi kontroversi di kalangan masyarakat.
Yakni terkait pasal 219 yang mengatur soal penghinaan terhadap martabat presiden dan wakil presiden.
Draf RUU KUHP Pasal 219 diketahui mengatur seseorang yang dinilai menghina presiden dan wakil presiden dapat diancam 3,5 tahun penjara.
Bahkan, hukuman juga diperberat hingga 4,5 tahun penjara apabila hinaan tersebut dilayangkan lewat media sosial.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News