GenPI.co - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mendadak angkat suara terkait alasan utama pemerintah tidak memberangkatkan jemaah haji 2021 adalah demi keselamatan jemaah karena saat ini pandemi covid-19 masih belum usai.
Selaku ahli hukum tata negara, Refly Harun mengatakan, alasan yang disampaikan Menteri Agama Yaqut Cholil Qaumas (Gus Yaqut) menarik karena alasannya adalah Covid-19.
"Menarik ya, apa yang disampaikan oleh Menag, yaitu sepertinya alasan primernya adalah Covid-19," jelas Refly Harun dikutip GenPI.co dari YouTube miliknya, Selasa (8/6).
Menurut mantan penasihat Kapolri ini, jika alasannya adalah Covid-19, maka hal tersebut bisa diantisipasi oleh pemerintah.
"Kalau alasan primernya adalah Covid-19, maka sesungguhnya hal tersebut kan harusnya bisa diantisipasi dengan protokol kesehatan," ungkapnya.
Pasalnya, jika menunggu Covid-19 berakhir, sepertinya butuh waktu cukup lama dan seharusnya pemerintah selama satu tahun ini bisa mengatasi Covid-19.
"Karena kalau menunggu Covid-19 berakhir, kita tidak tahu kapan berakhirnya dan harusnya kan, karena Covid-19 ini sudah lebih dari satu tahun, ya harusnya pemerintah sudah bisa mengantisipasi seandainya Covid-19 masih tetap ada," bebernya.
Pengamat politik ini pun mengungkapkan, Arab Saudi pasti menerapkan prokes yang ketat, sehingga pemerintah tidak perlu khawatir.
"Toh, negara lain juga memberangkatkan. Jadi yang kita tidak boleh lupa adalah, kita mau memberangkatkan ibadah haji kita ke Arab Saudi yang pasti menerapkan protokol kesehatan yang ketat," ujarnya.
Oleh sebab itu, tidak bisa disamakan penanganan Covid-19 di Indonesia dan di luar, khususnya Arab Saudi.
"Jadi kalau misalnya di dalam negeri ini, kita tertatih-tatih untuk mengatasi Covid-19, ya jangan disamakan dengan pihak lain, yang barangkali penanganan Covid-19 nya jauh lebih baik dibandingkan di Indonesia," tegasnya.
Refly Harun pun menjelaskan bahwa memberangkatkan haji itu sebuah kepastian.
"Memberangkatkan ibadah haji itu adalah sesuatu kepastian, sementara soal bahaya dan tidak bahaya itu adalah sesuatu yang relatif hipotetis. Jadi tidak bisa dibandingkan apple to apple, seolah-olah kalau berangkat tidak selamat, kalau tidak berangkat selamat," ujar Refly Harun.
Sementara itu, pakar hukum Ahmad Khozinudin menyatakan, Menteri Agama Gus Yaqut dan pihak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang berbohong soal Indonesia tidak mendapat kuota haji bisa dijerat hukum.
"Kebohongan Menag dan DPR yang membatalkan haji karena tidak mendapat kuota dari Saudi bisa dijerat hukum," jelas Ahmad Khozinudin kepada wartawan, Minggu (6/6).
Lebih jauh, ia mengatakan dengan tegas mereka wajib diadili dengan Pasal 14 ayat (1).
"Mereka yang berbohong soal kuota haji wajib diadili dengan ketentuan Pasal 14 ayat (1) UU RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana," tuturnya.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News