GenPI.co - Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Azyumardi Azra menilai keputusan yang disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengecewakan publik.
Sebab, menurutnya, tidak ada kejelasan dan transparansi terkait 24 pegawai yang masih bisa dibina setelah tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) sedangkan 51 lainnya diberi rapor merah.
BACA JUGA: Novel Mendadak Bilang Begini, Isyarat akan Kibar Bendera Putih?
“Apa alasan atau ukurannya? Di lain pihak kenapa 51 pegawai disebut merah atau tidak lagi bisa dibina dan diberhentikan,” ujarnya kepada GenPI.co, Rabu (26/5).
Menurutnya. Keputusan tersebut semacam insubordinasi. Sebab, keputusan itu dinilai tidak mengikuti arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Bahwa pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN tidak boleh merugikan mereka,” katanya.
Prof Azyumardi lantas menilai tidak ada kejelasan parameter terkait pemecatan tersebut.
Tidak hanya itu, menurutnya keputusan tersebut sangat subjektif dari penguasa KPK untuk kepentingannya sendiri.
“Bisa saja alasan 3 aspek itu (pribadi, pengaruh dari pihak lain, dan PUNP). Akan tetapi tetap saja tidak jelas parameternya,” pungkasnya.
BACA JUGA: Ucapan Novel Baswedan Mengejutkan, Sebut Soal Menentang Jokowi
Senada, Guru Besar Fakultas Hukum UGM Prof Sigit Riyanto menilai objektifitas dan parameter dalam pemecatan terkait pemecatan tersebut perlu dipertanyakan.
“Apakah ada parameter yang bisa diakses secara obyektif dan transparan untuk membuat perbandingan antara yang merah, kuning, dan hijau?” ujarnya.
Dirinya mengaku khawatir. Sebab, TWK hanya dijadikan sebagai dalih untuk melakukan penyingkiran atau eksklusi orang-orang tertentu.
“Lebih prihatin lagi, mereka yang tak lolos akan mendapat stigma dan mungkinkah Kementerian atau lembaga lain akan menerima mereka, dengan adanya stigma tidak lolos wawasan kebangsaan,” pungkasnya.(*)
BACA JUGA: Fahri Hamzah Mendadak Beber Cara Merampok Negara dengan Heroik
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News