GenPI.co - Akademisi politik Philipus Ngorang menilai bahwa tes wawasan kebangsaan yang dilakukan para pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah salah satu langkah untuk menindaklanjuti isu adanya kelompok ‘Taliban’ di dalam lembaga itu.
“Bisa saja, ya. Sebab, tes itu menyangkut wawasan kebangsaan seseorang, bagaimana orang tersebut melihat dirinya sebagai WNI dan tinggal di lingkungan yang majemuk,” ujarnya kepada GenPI.co.
BACA JUGA: Firli Bahuri Harus Cepat, Langkah Anak Buah Bisa Maut
Ngorang mengatakan bahwa isu terorisme dan radikalisme adalah hal yang penting untuk diatasi oleh negara ini.
“Jangan sampai radikalisme itu membuat bias terhadap para pegawai dan penyidik KPK dalam melihat siapa yang ditangkap sebagai koruptor dan siapa yang dibiarkan begitu saja,” katanya.
Menurutnya, masuknya radikalisme ke tubuh KPK dapat membuat lembaga antirasuah itu menjadi tidak independen lagi.
“Jangan-jangan nanti ada koruptor, tapi sengaja disembunyikan karena berasal dari kelompok mereka,” ungkapnya.
BACA JUGA: Diminta Serahkan Surat Tugas, Nasib Novel CS Makin Terkatung?
Pengajar di Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie itu memaparkan bahwa KPK adalah lembaga yang memiliki kewenangan yang kuat.
Oleh karena itu, jika disusupi radikalisme, tak akan ada lagi pihak yang bisa melawan KPK.
“Jika publik mengatakan si A koruptor, tapi KPK mengatakan tidak, bagaimana? Peran KPK itu harus bebas dari setiran kelompok mana pun,” paparnya.
Ngorang menuturkan bahwa pegawai dan penyidik KPK harus bisa bertindak secara objektif, tanpa ada pandangan personal terkait kelompok tertentu.
“Nggak boleh mereka memandang seseorang jadi sesuai ras, suku, agama, atau keturunan. Kalau dalam menjalankan tugasnya, yang benar ya benar, yang salah itu salah,” tuturnya.(*)
BACA JUGA: Firli Bahuri Harus Cepat, Langkah Anak Buah Bisa Maut
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News