GenPI.co - Istana sampai hari ini belum mengeluarkan pernyataan apapun terkait tes wawasan kebangsaan (TWK) yang menjadi polemik di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Namun, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin blak-blakan menegaskan tidak ada intervensi pemerintah dalam penonaktifan 75 pegawai KPK.
BACA JUGA: Ancaman Pangdam Jaya Bikin Gemetar: Saya Berdiri Paling Depan
"Umpamanya ada yang memberikan penilaian bahwa ini ada upaya pemerintah dan intervensi presiden Joko Widodo dalam rangka menyingkirkan 75 orang pegawai KPK yang menolak UU KPK, ini pasti fitnah yang sangat murah dan menurut saya ini satu perilaku yang amat sangat biadab," jelas Ali Ngabalin dalam keterangannya, Rabu (12/5).
"Mereka menuduh bahwa proses TWK suatu proses diada-adakan, karena di-UU tidak ada rujukan pasal dan ayat tentang TWK. Ini orang-orang yang sebetulnya tidak saja tolol, tapi memang cara berpikir terbalik, otak-otak sungsang ini namanya," sambungnya.
Sementara itu, mantan Komisioner KPK Busyro Muqqodas tegas menyebut riwayat KPK tamat di tangan pemerintahan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
Pernyataan tersebut disampaikan menyikapi penonaktifan 75 orang pegawai KPK yang tak lulus tes wawasan kebangsaan.
BACA JUGA: Gatot Nurmantyo Beber Mafia Alutsista: Saya Dipanggil Presiden
Menurut Busyro Muqqodas, KPK telah dilemahkan sejak Jokowi mengirim Surat Presiden ke DPR RI untuk merevisi UU KPK. Setelah itu, sejumlah peristiwa memperlemah KPK secara perlahan.
"Sejak UU KPK direvisi, dengan UU 19/2019, di tangan Presiden Jokowi lah KPK itu tamat riwayatnya. Jadi bukan dilemahkan, sudah tamat riwayatnya," jelas Busyro Muqqodas dalam keterangannya, Rabu (12/5).
Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM ini pun menyampaikan posisi KPK makin lemah saat Firli Bahuri dkk terpilih menjadi pimpinan.
Bahkan, pelemahan KPK yang semakin parah itu pun terlihat lewat tes wawasan kebangsaan (TWK) dengan dalih untuk status kepegawaian menjadi ASN sesuai UU KPK hasil revisi pada 2019 silam.
Mantan pimpinan KPK itu menilai TWK tidak sesuai amanat konstitusi dan Pancasila.
"LBH Muhammadiyah dari PP Muhammadiyah sampai wilayah-wilayah sudah resmi akan menjadi kuasa hukum bersama yang lain untuk kuasa hukum 75 orang itu," beber Busyro Muqqodas.
"75 orang itu harus dipulihkan kembali. Kalau tidak dilakukan Presiden, maka di era Presiden ini betul-betul remuk," tambahnya.
Di sisi lain, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) juga mengkritik keputusan KPK menonaktifkan para pegawai yang tak lulus TWK.
Mereka tak setuju jika KPK menonaktifkan pegawai hanya karena tak lulus TWK.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lapkesdam) PBNU Rumadi Ahmad dalam keterangannya.
"Saya berharap penonaktifan ini bersifat sementara saja. Penonaktifan bukan pemecatan. TWK tidak bisa dijadikan satu-satunya standar untuk memecat seorang pegawai yang sudah bertahun-tahun mengabdi di KPK," jelas Rumadi Ahmad, Selasa (11/5).(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News