GenPI.co - Sebuah bom mobil yang kuat di dekat sebuah kantor polisi di provinsi Herat barat Afghanistan telah menewaskan sedikitnya delapan orang dan melukai lebih dari 50 lainnya.
Rafiq Sherzai, juru bicara rumah sakit provinsi, mengatakan jumlah korban tewas akibat ledakan hari Jumat diperkirakan akan meningkat karena beberapa korban luka berada dalam kondisi kritis.
BACA JUGA: AS Kirim Rudal Setan ke Jepang, Rusia Beri Ancaman Menggelegar
"Satu di antara yang tewas dan 11 lainnya cedera adalah personel Pasukan Keamanan Afghanistan, sedangkan sisanya adalah warga sipil, termasuk wanita dan anak-anak," kata juru bicara Kementerian Dalam Negeri Tariq Arian, seperti dilansir dari Aljazeera, Sabtu (13/3/2021).
Sementara, hingga kini tidak ada yang mengaku bertanggung jawab atas serngan tersebut.
Dalam beberapa jam setelah serangan itu, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada jumpa pers di New York mengutuk peningkatan serangan yang mengkhawatirkan di Afghanistan yang menargetkan warga sipil, bahkan ketika Taliban dan pemerintah Afghanistan mengadakan pembicaraan yang tidak aktif lagi di Qatar.
"Serangan keji ini telah menargetkan pegawai sipil, pengadilan, media, pekerja kesehatan dan kemanusiaan, termasuk wanita di posisi penting, mereka yang melindungi dan mempromosikan hak asasi manusia, dan etnis dan agama minoritas," kata dewan tersebut.
Kelompok ISIL (ISIS) telah mengklaim bertanggung jawab atas banyak pembunuhan yang ditargetkan, sementara Taliban dan pemerintah saling menyalahkan karena mencoba menyabot upaya untuk mencapai kesepakatan damai.
Lambatnya pembicaraan dan meningkatnya kekerasan telah mendorong Amerika Serikat untuk menyusun proposal perdamaian, yang disampaikan akhir pekan lalu.
Kedua belah pihak diharapkan untuk meninjau dan merevisi rencana delapan halaman menjelang pertemuan jangka panjang yang diusulkan AS untuk diadakan di Turki dalam beberapa minggu, ketika Washington berharap untuk melihat kesepakatan.
BACA JUGA: India Tahan 88 Migran Rohingya, Langit Menangis, Bikin Miris
AS, sementara itu, sedang meninjau kesepakatan damai yang ditandatangani pemerintahan Trump dengan Taliban, yang menyerukan penarikan akhir dari 2.500 tentara AS yang tersisa dari Afghanistan pada 1 Mei.
Konsensus yang berkembang adalah untuk penundaan tetapi dalam sebuah surat tegas kepada Presiden Afghanistan Ashraf Ghani akhir pekan lalu mendesak untuk kemajuan dalam berdamai dengan Taliban.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News