GenPI.co - Sebuah pakta pertahanan bersama baru yang ditandatangani oleh Presiden Rusia Vladimir Putin dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mewajibkan masing-masing negara untuk saling membantu jika diserang.
Dilansir AP News, batasan bantuan tersebut saat ini masih belum jelas, mungkin sengaja dilakukan agar negara lain tidak mencobanya.
Putin awalnya mengatakan kepada media Rusia bahwa kemitraan tersebut memberikan “bantuan timbal balik jika terjadi agresi terhadap salah satu pihak".
Sementara Kantor Berita Pusat Korea yang dikelola pemerintah Korea Utara kemudian melaporkan bahwa Pasal 4 perjanjian tersebut menyerukan bantuan “jika terjadi salah satu pihak diserang dan didorong ke dalam keadaan perang.”
Jika pakta tersebut terpicu, kewajiban negara-negara tersebut juga tidak jelas, dengan KCNA melaporkan bahwa jika salah satu pihak diserang maka negara lain harus mengerahkan “segala cara tanpa penundaan” untuk memberikan “bantuan militer dan bantuan lainnya.”
Para ahli mencatat bahwa bahasa tersebut hampir identik dengan pakta pertahanan bersama sebelumnya pada tahun 1961 antara Uni Soviet dan Korea Utara, yang tidak pernah diuji.
Perjanjian semacam ini bukanlah hal yang aneh dan jarang sekali dilakukan, dan sering kali disebut-sebut sebagai cara untuk mencegah agresi, meskipun perjanjian antara dua pemimpin negara-negara nuklir yang tidak dapat diprediksi dan otokratis ini segera menimbulkan kekhawatiran secara global.
Amerika Serikat mempunyai banyak kewajiban perjanjian serupa dengan negara-negara Asia lainnya, belum lagi melalui ketentuan Pasal 5 NATO, yang mengatakan bahwa serangan terhadap anggota aliansi harus dianggap sebagai serangan terhadap seluruh anggotanya.
Satu-satunya saat Pasal 5 NATO digunakan adalah untuk membela AS setelah serangan 11 September 2001.
Rusia juga memiliki perjanjian pertahanan bersama dengan beberapa negara pasca-Soviet melalui aliansi Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif, termasuk Belarus dan Kazakhstan. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News