GenPI.co - Anak-anak muda Iran yang berprofesi sebagai dokter, artis rap, dan pesepakbola termasuk di antara sekitar dua lusin warga yang berisiko digantung.
Melansir AFP, Kamis (15/12), Teheran menggunakan hukuman mati sebagai taktik intimidasi untuk meredam protes.
Eksekusi dalam sepekan terakhir terhadap 2 anak muda berusia 23 tahun, Mohsen Shekari dan Majidreza Rahnavard makin memicu protes.
Terutama karena Rahnavard digantung di derek di depan umum daripada di penjara.
Para pegiat HAM memperingatkan bahwa lebih banyak eksekusi pasti akan terjadi tanpa tindakan internasional yang lebih keras.
"Kecuali jika biaya politik eksekusi meningkat secara signifikan, kami akan menghadapi eksekusi massal," kata Mahmood Amiry-Moghaddam, direktur kelompok Hak Asasi Manusia Iran yang berbasis di Norwegia.
Dia menuduh para pemimpin Iran menggunakan eksekusi untuk menyebarkan ketakutan di antara orang-orang dan menyelamatkan rezim dari protes nasional.
Demonstrasi yang sebagian besar damai dipicu oleh kematian Mahsa Amini pada bulan September, merupakan tantangan terbesar bagi Iran sejak revolusi 1979.
Tidak ada laporan tentang berkurangnya aktivitas protes dalam beberapa hari terakhir, termasuk setelah eksekusi.
Justru, gerakan tersebut ditandai dengan fase demonstrasi yang semakin intens.
Pihak berwenang menggambarkan mereka yang menghadapi hukuman mati sebagai "perusuh" yang diadili sesuai dengan hukum syariah negara tersebut.
Tetapi para aktivis mengungkapkan kekhawatiran atas penggunaan kata-kata yang tidak jelas dalam tuntutan hukum syariah terhadap pengunjuk rasa.
Tuduhan tersebut antara lain "permusuhan terhadap Tuhan," "korupsi di bumi" dan "pemberontakan bersenjata", yang semuanya merupakan kejahatan berat di Iran.
Amnesty International saat ini mengonfirmasi 11 kasus hukuman mati yang dijatuhkan terhadap individu atas protes.
Sembilan kasus lainnya di mana individu telah didakwa dengan kejahatan yang dapat membuat mereka dijatuhi hukuman mati.
Kelompok HAM menyebut seorang pengunjuk rasa muda, Sahand Nourmohammad-Zadeh, dijatuhi hukuman mati atas tuduhan merobohkan pagar jalan raya dan membakar tong sampah dan ban.
Mohammad Ghobadlou, 22 tahun, dijatuhi hukuman mati atas tuduhan melindas petugas polisi dengan sebuah mobil, menewaskan satu orang dan melukai beberapa orang lainnya, kata Amnesty.
Lembaga itu menambahkan ada kekhawatiran serius dia menjadi sasaran penyiksaan dan pelecehan lainnya di penjara.
Saman Seydi, seorang rapper Kurdi muda, dijatuhi hukuman mati atas tuduhan menembakkan pistol tiga kali ke udara selama protes.
Kelompok itu menambahkan bahwa pihaknya telah menerima informasi bahwa dia juga telah disiksa untuk mendapatkan pengakuan paksa.
Sebelum penangkapannya, Seydi telah memposting materi di Instagram untuk mendukung protes tersebut, sementara lagu rapnya juga mengkritik pihak berwenang.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News