Hanya 4 Bulan Jadian, Si Pria Tampan Meninggalkan Aku Selamanya

05 November 2020 19:50

GenPI.co - Sore itu hari Minggu, aku memutuskan untuk lebih baik pergi ke kafe. Selain lebih menyenangkan ketimbang di rumah, aku juga berpikir di kafe nanti mungkin aku bisa berjumpa pria tampan. Wanita mana yang tak suka pria tampan?

“Pesan apa, Mba?” tanya pelayan yang entah kapan muncul di mejaku.

BACA JUGAPasangan Kamu Menunjukkan 3 Hal Ini, Tanda Dia Bisa Dipercaya

“Arabika satu, makanannya nanti saya pesan sendiri,” jawabku.

“Oke, Mba, nanti pesanannya saya antar,” ucap si pelayan.

Aku kembali dengan kegiatanku sebelumnya dan mulai mencari berita hangat apa yang sekiranya enak untuk dibaca.

Tapi, aku tak menemukan sesuatu yang menarik hingga akhirnya aku bosan.

Mungkin karena aku sendirian di meja ini. Sampai tak lama kemudian pelayan itu datang membawa pesananku bersama sesosok pria tampan dengan rambut gondrong di belakangnya yang sebenarnya tidak kupesan.

“Boleh aku duduk?” pria itu bertanya seiring dengan pelayan yang sedang meletakkan pesananku.

“Boleh,” entah mengapa aku mengatakan itu, spontan saja, kupikir karena dia tampan, aku suka.

“Robusta sama donat durennya satu ya, Mas,” pria itu memesan kepada pelayan.

“Oke, Mas, segera diantar,” jawab pelayan.

Pelayan itu kembali pergi, meninggalkan aku bersama orang asing yang kemudian aku tahu namanya adalah Haikal.

Baru beberapa kata yang ia keluarkan, tetapi aku sudah mengambil kesimpulan bahwa dia adalah orang yang ramah.

Caranya berucap juga seru, intonasinya indah. Dia pribadi yang menyenangkan, aku suka.

Sendu senja mulai menjelang, aku rasa sudah saatnya aku pamit untuk pulang ke rumah.

Haikal hanya mengangguk tanda mengizinkan. Padahal aku sangat ingin dia menahanku, setidaknya meninggalkan kesan bahwa dia tak ingin aku lekas pergi. 

“Biar aku antar,” kata Haikal.

Ah, rasanya saat itu aku ingin teriak bahagia. Cuma satu kalimat, tapi hatiku dia buat kiamat.

Di motor, Haikal terlihat berbeda dia jadi banyak bicara dan saat itu aku tahu bahwa aku jatuh cinta.

Motor Haikal tiba di rumahku saat waktu menunjukan pukul lima sore.

Setiap malam minggu kami selalu menyempatkan diri untuk saling bertemu. Uniknya setiap kali kami keluar, tujuan kami hanya kafe itu, kafe yang sama tempat kami pertama kali pertemu.

Tak ada bosannya, mungkin karena cinta. Sampai aku mulai menyadari bahwa dua bulan setelah pertemuan, rambut Haikal kian menipis. Tiap kali kutanya jawabannya tak pernah serius.

“Salah pake sampo,” jawab Haikal.

Aku tahu ia berbohong, aku tahu ada yang ia coba sembunyikan. Anehnya apa pun itu aku tidak pedulikan.

Selama aku bisa terus bersamanya aku sudah bahagia. Sederhana, sekadar bisa menatap hujan bersamanya, aku sudah bahagia.

Hari itu hari Sabtu sore, empat bulan sejak pertemuan pertamaku dengan Haikal, 3 bulan sejak ia pertama kali menyatakan bahwa ia mencintaiku.

Haikal bilang hari itu ia akan menjemputku untuk ke kafe. Tak ada perasaan aneh sampai aku melihatnya dengan kepala pelontos dan wajah pucat di depan rumahku.

Gelap menimpa senja, suasana remang di kafe ditambah udara dingin yang masuk menusuk sampai ke tulang.

Perasaanku kian tak karuan. Haikal memilih meja di tengah kafe, tidak di sudut seperti biasanya yang kami lakukan. Sikapnya kian dingin, bibirnya memucat, pucat sekali.

“Uhuukk…” Haikal batuk.

Kulihat batuknya mengeluarkan darah. Aku khawatir, tanpa pikir panjang kubawa ia ke rumah sakit.

Aku panik, aku takut, aku cemas. Dalam perjalanan ke rumah sakit ia tak sadarkan diri. Hanya senyuman indah yang ia lepaskan sebelum tak sadarkan diri.

“Kamu boleh pergi,” hanya kalimat itu yang terucap sebelum ia memejamkan mata.

Sesampainya di rumah sakit, yang aku lakukan hanya termenung.

Tak lama berselang dokter mengatakan bahwa Haikal meninggal, sekiranya saat itu aku tahu bahwa selama ini ia menyembunyikan penyakit kanker otaknya dariku.

Aku lemas, menangis sejadinya. Datang tiba-tiba, pergi tanpa aba-aba. Kamu curang, Haikal.

Hari ini, aku menangis di mejaku sampai pelayan tersebut datang membawa pesananku dan sesosok pria tampan yang sebenarnya tidak kupesan.

BACA JUGA4 Alasan Memaafkan Pasangan Selingkuh, Nomor 3 Demi Si Buah Hati

“Boleh aku duduk?” pria itu bertanya kepadaku seiring pelayan meletakkan pesananku di atas meja.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Irwina Istiqomah Reporter: Hafid Arsyid

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2025 by GenPI.co