Cintaku Ditolak 5 Menit, Sakitnya Tuh Disini!

18 Juni 2020 23:13

GenPI.co - Aku memanggil seorang waiter. Memesan dua cangkir kopi dan dua gelas air mineral. Aku sengaja memilih meja paling pojok agar bisa leluasa bicara. 

Pun aku sedang beruntung karena tempat itu tidak terlalu ramai. Hanya ada beberapa meja terisi, itupun mereka sibuk dengan laptop mereka masing-masing.

Aku melihat dia melangkah dari tempat parkir. Gagah seperti biasanya. Kemeja flanel warna biru pudar yang dia padukan dengan kaos putih ketat terlihat sangat pas. 

Dengan fisiknya, dengan pembawaannya. Hatiku berdesir.

“Nunggu lama?”, sapanya sambil mengambil tempat duduk di hadapanku.

“Nope. Gue juga udah pesenin minuman buat kita. Biar tu waiter gak bolak-balik”, jawabku.

“Kirain bakal rame ama anak-anak”, celotehnya.

“Gue emang sengaja cuma minta Lo yang dateng. Gue mau ada perlu ngomong hal yang lumayan serius ama Lo”.

“Weh, ada apa, nih?”.

Aku sudah hendak menjawab ketika kulihat waiter datang membawa pesananku. Jadi kutunda. Kubiarkan dia menyesap dulu kopi kesukaannya.

“Jadi, ada apa?”, tanyanya setelah selesai dengan tegukan kopinya.

Aku menelan ludah. Mengumpulkan lagi keberanian yang sudah aku persiapkan dari kemarin.

I have to say it. I need to say it.

“I Love You”, bisikku.

“You what?”, tanyanya, mungkin untuk meyakinkan pendengarannya.

“You’ve heard me”.

Ada jeda panjang di antara kami. Jadi aku memutuskan untuk melanjutkan omonganku.

“Hyup. Gue demen ama Lo. Gue juga gak tau pasti sejak kapan ada ‘lonjakan’ perasaan ini, dan kenapa harus Lo. Tapi ya, gue cuma berusaha nikmatin aja yang gue rasain, sih”.

“Gue gak tau musti ber-reaksi apa”, katanya lirih.

“Mungkin dengan tanggapan jujur apa perasaan Lo soal perasaan gue”.

Dia tak bisa langsung menjawabnya. Ada banyak pemikiran yang bisa kubaca dari mimik dan bahasa tubuhnya. Ada enggan di tatapan matanya. Ada ragu di kedut bibirnya yang samar kutangkap.

“Maaf, Ra. Lo baik banget ama gue. Baik banget. Dan itu yang bikin gue ngerasa gak enak untuk bilang bahwa perasaan Gue ke Lo sayangnya gak sama”, akhirnya.

Aku tersenyum. Tulus, kuraih pergelangan tangannya.

“Gapapa. Gue justru lebih menghargai kejujuranmu sekarang. Aku bisa jadi akan lebih murka kalo di kemudian hari gue tau kalo Lo nanggepin baik omongan gue sekarang hanya karena alasan balas budi”, sergahku.

BACA JUGA: Perempuan dari 5 Zodiak ini Suka Mengendalikan Suami

“Jadi, kita masih bisa berteman baik?”, tanyanya. Aku merasakan sedikit nada khawatir dalam omongannya.

“Oh come on. Kita sudah gak di umur segitu untuk membahas perkara seperti itu deh, Fer. We are two adults, sitting here talking about our feeling. Ya iyalah kita tetep bisa berteman baik”.

“Tentunya, setelah kita pulang dari sini, gue akan butuh sedikit waktu untuk sendiri. Untuk berfikir, untuk menikmati perasaan gue yang sedang campur aduk antara, maaf, kecewa dan lega ini. Tapi sungguh, Lo gak perlu khawatir. Pembicaraan ini gak perlu ngubah apapun yang udah ada di antara kita”, tambahku.

Hening.

Kuteguk sisa-sisa kopi yang sudah dingin. Dia pun melakukan hal yang sama.

“Ya udah, balik yuk”, ajakku beberapa saat kemudian.

“Anak-anak mau karaokean, tuh. Lo gak mau gabung?”, tanyanya.

“Gue skip dulu deh kali ini, ya. Daripada ntar gue curhat lewat lagu”, selorohku.

Hening.

“Is it because of me?”.

“Yaelah, Fer. Ya gak, lah. Khan gue udah bilang tadi. Gak nyimak, deh. No worry. Besok juga gue bakal biasa lagi. Serius!”, sergahku.

Kami beranjak. Fery mendekatiku dan serta merta memelukku. Pelukan paling tulus yang bisa gue rasakan.

“Makasih, ya. Untuk perasaan dan kejujuran lo. Meski jawaban gue pasti bukan seperti yang lo pengen denger”, bisiknya.

Hatiku hangat. Kubalas pelukannya sambil kubisikkan jawabanku

“It beyond my expectation already. Mencintaimu itu kebutuhan gue. Soal perasaan Lo ke gue, itu bukan urusan gue”.

Kami melangkah ke parkiran bersama.

BACA JUGA: Perempuan Telegram, dan Cinta masa SMA yang Bersemi Kembali

“E tunggu. Kalo Lo tadi bilang reaksi gue baik dari yang bisa Lo bayangin, emang apa reaksi terburuk yang bisa Lo bayangin?”, tanyanya tiba-tiba.

“Ya paling gak, Lo gak mendadak kabur ketakutan liat gue yang menatap Lo dengan binar cinta. Halah”, jawabku sambil lalu.

“Hah? Emang ada yang model gitu?”.

“Nah! Mungkin itu yang bikin gue demen ama Lo. Lo tuh kadang naifnya ampun! Banyakkkk Jung yang kayak gitu”, sahutku.

“Ohhh… soalnya setauku yang lebih banyak kejadian itu, orang musuhin orang gara-gara ditolak cintanya”.

“Hahahahahahahha… Kalo itu emang iya banyak, sih. Yang bikin gue gak yakin itu yang mereka rasain adalah cinta”.

“Berat, ya. Udah, ah. Lo yakin nih gak mau gabung?”, tutupnya sambil memakai helm.

“Nope. Salam aja buat anak-anak ntar”.

“Okelah. Ati-ati di jalan. Kabarin kalo udah nyampe rumah”.

“Bye!”, lambainya.

Sejenak, kupandangi dia melaju dengan motor besarnya. Dan menjadi semakin yakin, aku punya alasan untuk apa yang kurasakan padanya.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Landy Primasiwi Reporter: Hafid Arsyid

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2025 by GenPI.co