GenPI.co - Orang-orang yang tinggal di Kepulauan Okinawa, Jepang bagian selatan, cenderung hidup lebih sehat dan lebih lama dengan menjalani diet.
Dilansir Heath, selain ikatan sosial yang kuat, genetika, dan aktivitas fisik, pola makan tradisional Okinawa diyakini menjadi salah satu faktor utama yang berkontribusi pada umur panjang.
Diet Okinawa muncul setelah National Geographic menganalisis kebiasaan diet dan gaya hidup di lima wilayah di dunia dengan tingkat penyakit kronis terendah dan umur terpanjang, yang dikenal sebagai Zona Biru.
Diet ini bertujuan untuk memperpanjang umur dan menjaga kesehatan dengan meniru kebiasaan makan tradisional masyarakat Okinawa.
Diet ini rendah kalori dan menyerupai diet vegetarian, dengan fokus pada makanan nabati yang ditanam secara lokal sambil membatasi daging, susu, dan makanan olahan.
Manfaat umur panjang dari diet Okinawa terutama dikaitkan dengan banyaknya makanan utuh yang kaya akan vitamin, mineral, dan antioksidan yang kuat.
Antioksidan melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh stres oksidatif, yang dapat menyebabkan diabetes, penyakit jantung, kanker, dan penyakit terkait usia lainnya.
Diet Okinawa rendah kalori dan lemak, cukup protein, dan tinggi serat serta karbohidrat kompleks.
Rincian makronutriennya adalah karbohidrat (85%), protein (9%), lemak (96% atau 2% lemak jenuh)
Makanan nabati utuh mencakup 90% makanan tradisional Okinawa, dengan kurang dari 1% berasal dari ikan, daging, susu, dan telur.
Berbeda dengan pola makan tradisional Jepang yang mengandalkan nasi putih, sebagian besar kalori dalam pola makan orang Okinawa berasal dari ubi jalar.
Hal itu karena badai yang sering terjadi di Okinawa membuat padi sulit tumbuh, dan ubi jalar, yang diperkenalkan dari China pada 1600-an, lebih tahan terhadap cuaca buruk.
Makanan olahan dan gula rafinasi tidak dianjurkan, air atau teh melati merupakan minuman utama yang dikonsumsi saat makan.
Alkohol dibatasi pada minuman yang diminum sesekali dalam suasana sosial.
Diet Okinawa tidak memiliki jadwal makan yang pasti atau panduan kalori yang ketat.
Sebaliknya, diet ini menekankan pada pengendalian porsi dan mendengarkan tanda-tanda lapar.
Diet ini dikenal dengan praktik "hara hachi bu," yang berarti berhenti makan saat sudah merasa 80% kenyang. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News