GenPI.co - Menjadi korban perundungan dapat membuat anak merasa tidak berdaya, terhina, tertekan, atau bahkan ingin bunuh diri. Perundungan tidak boleh ditoleransi.
Meskipun ada banyak alasan mengapa pelaku perundungan mungkin menargetkan anak, pelaku perundungan cenderung memilih orang-orang yang "berbeda" atau tidak cocok dengan arus utama.
Dilansir Help Guide, ada beberapa mitos dan fakta mengenai perundungan yang wajid diketahui orang tua.
1. Mitos: Itu baru termasuk perundungan jika seseorang terluka secara fisik. Kata-kata tidak bisa menyakiti.
Fakta: Anak-anak dan remaja saling membunuh dan bunuh diri setelah terlibat dalam perundungan verbal, perselingkuhan, atau perundungan siber.
Perkataan memang menyakitkan dan dapat berdampak buruk pada kesejahteraan emosional siapa pun, terutama kaum muda.
2. Mitos: Anak baik tidak pernah menindas.
Fakta: Semua anak melakukan kesalahan; itu bagian dari proses tumbuh kembang.
Orang tua yang menyangkal kemungkinan bahwa anak mereka mampu menyakiti orang lain akan mempersulit pelaku bullying untuk mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan.
3. Mitos: Pelaku penindas adalah orang jahat dan harus dikeluarkan dari sekolah.
Fakta: Ada banyak alasan mengapa anak-anak melakukan perundungan. Ada yang dirundung sendiri, di rumah atau di tempat lain; yang lain hanya melakukan perundungan saat mereka merasa stres atau kewalahan.
4. Mitos: Anak-anak bisa menjadi pengganggu atau korban, tidak keduanya.
Fakta: Anak-anak sering kali dapat berganti peran, dari korban menjadi pelaku perundungan dan kembali lagi.
Misalnya, seorang pelaku perundungan di kelas lima dapat menjadi korban saat ia pindah ke sekolah menengah, atau korban di taman bermain dapat membalas dendam dan menjadi pelaku perundungan daring. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News