GenPI.co - Ketika seorang anak tumbuh dalam keluarga yang tidak cukup mengakui, mengenali, merespons, atau memvalidasi emosi selama masa pengasuhan, anak tersebut mengalami pengabaian emosional di masa kanak-kanak.
Sayangnya, ada banyak keluarga yang menjalani kehidupan yang tidak toleran terhadap emosi dalam masyarakat kita saat ini.
Meski begitu, keluarga-keluarga ini bisa jadi mempunyai niat baik dan penuh kasih sayang, namun mereka tidak pernah mempelajari sifat penting dari emosi.
Akibatnya, anak-anak yang diabaikan secara emosional menjadi dewasa tanpa akses terhadap perasaannya.
Hal itu mendatangkan malapetaka pada kehidupan mereka dalam berbagai cara yang berbeda.
Anak tidak mampu mengidentifikasi, menerima atau memvalidasi, menghubungkan, atau diarahkan oleh perasaan mereka.
Karena itu, anak mungkin mengalami kesulitan berhubungan dengan diri mereka sendiri dan orang lain.
Anak bisa mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan atau lebih dipandu oleh faktor eksternal dibandingkan pedoman internal mereka sendiri.
Anak merasa tidak puas, hampa, dan terputus tanpa memahami alasannya.
Intinya, tumbuh dengan pengabaian emosional pada masa kanak-kanak menghalangi anak mempelajari keterampilan inti kecerdasan emosional.
Namun harapan tidak hilang. Ya, pengabaian emosional masa kanak-kanak membuat anak memiliki EQ yang lebih rendah. Dilansir Psychology Today. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News