GenPI.co - Dua orang relawan Medecins Sans Frontieres asal Indonesia nyaris tutup usia saat sebuah fasilitas kesehatan yang dikelola oleh MSF menjadi target serangan udara. Serangan ini menewaskan pasien dan petugas yang sedang berjaga dan nyaris mengambil nyawa dua warga Indonesia yang menjadi relawan MSF.
Medecins Sans Frontieres adalah lembaga kemanusian internasional yang beroperasi di berbagai daerah bencana dan konflik di seluruh dunia. Khusus di medan perang, mereka melayani para korban sipil dan bersenhata tanpa memandang suku, agama, dan kelompok. Kadang kala terjadi fasilitas kesehatan milik MSF merawat korban-korban dari dua kelompok yang berseteru secara bersamaan, seperti yang terjadi di Afghanistan. Pada daerah konflik, MSF mengizinkan kelompok yang bertikai membawa anggotanya yang terluka masuk ke fasilitas milik MSF untuk dirawat asalkan tidak membawa senjata.
Baca juga :
Kemanusiaan Tidak Mengenal SARA, Ini MSF untuk Dunia
Merasakan Dahsyatnya Jadi Dokter Lintas Batas di Pameran MSF
Mengejutkan, Petinggi Taliban Diam-Diam Temui Wapres Jusuf Kalla
Afghanistan dilanda perang sejak diduduki oleh Amerika Serikat pada tahun 2011 paska serangan teroris terhadap menara kembar WTC. Rejim Taliban yang saat itu berkuasa di sana dianggap menampung orang yang bertanggung jawab atas serangan itu, yakni Osama bin Laden. Setelah AS menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah Afganistan, Taliban angkat senjata melawan pemerintah yang mereka sebut merupakan boneka AS. Salah satu daerah yang bergejolak adalah Kunduz di Timur Laut Afghanistan.
MSF mengoperasikan rumah sakit lapangan di Kunduz yang menyediakan pembedahan berkualitas tinggi tanpa biaya kepada warga yang menjadi korban perang. Antara tahun 2011 sampai 2015, rumah sakit MSF ini telah melayani lebih dari 68.000 pasien dan melakukan lebih dari 15.000 pembedahan. Pada akhir bulan September 2015 keadaan memanas di Kunduz saat Taliban setempat angkat senjata melawan pasukan pemerintah. Hanya dalam lima hari rumah sakit MSF menerima 376 orang di Ruang Gawat Darurat, termasuk petempur yang terluka dari pihak Taliban dan pasukan pemerintah.
Sesuai kebijakan MSF, mereka merawat setiap orang sesuai kebutuhan media mereka tanpa membedakan pasien berdasarkan etnik, keyakinan agama, afiliasi politik, dan di sisi apa mereka berpihak saat konflik. Namun ini nampaknya tidak bisa diterima oleh setiap orang.
Pada malam tanggal 3 Oktober 2015 terdapat 105 pasien yang sedang dirawat oleh 140 awak medis MSF dari Afghanistan dan internasional saat Pesawat serbu AS menyerang. 42 orang tewas dalam serangan itu termasuk 14 orang relawan internasional MSF. Ini menjadi tragedi terbesar yang dialami oleh MSF dan AS pada akhirnya mengaku bertanggung jawab atas serangan itu.
Ternyata, dua relawan Indonesia nyaris menjadi korban di Kunduz pada malam nahas itu. Menurut penuturan Communication Officer MSF Indonesia Cici Riesmasari, seorang relawan asal Indonesia baru saja meninggalkan rumah sakit Kunduz pada siang harinya. Dia akan kembali karena masa tugasnya telah berakhir. Sementara seorang relawan lainnya sedang bersiap berangkat menuju Kunduz dari Indonesia, keberangkatannya akhirnya dibatalkan akibat serangan yang memporakporandakan runah sakit tempat dia akan bertugas. Keduanya bernasib sangat mujur karena tidak berada di Kunduz saat serangan terjadi sehingga masih dapat melanjutkan kerja sosial bersama MSF.
Indonesia sendiri menurut catatan MSF telah mengirim lebih dari 90 orang relawan untuk bekerja di berbagai belahan dunia. Mereka terdiri dari tenaga medis, administrasi, dan keuangan.
Jangan sampai ketinggalan! Kamu sudah lihat video ini ?
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News