GenPI.co - Dosen Fikom Universitas Dr Soetomo Citra Rani Angga Riswari mengatakan masalah yang dihadapi saat ini ialah tingkat apresiasi dari pengguna media sosial (medsos) terhadap sebuah karya yang makin tipis.
Menurut dia, hal tersebut terjadi karena setiap orang bisa mengunggah karyanya.
Masalah lain yang masih sering terjadi ialah pembajakan atau plagiarisme.
Pelaku plagiarisme biasanya menyalin, menggandakan, dan menyebarluaskan karya orang lain tanpa izin.
Hasil dari salinan tersebut kemudian untuk kepentingan komersial. Menurut Rani, praktik itu masih terjadi sampai sekarang.
Dia menjelaskan pemerintah sudah melakukan upaya agar praktik itu tidak berlarut-larut.
“Ada beberapa campaign stop pembajakan dari teman-teman sineas dan konten kreator,” kata Rani saat Webinar Makin Cakap Digital 2022 untuk Kelompok Masyarakat Wilayah Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, Kamis (23/6).
Dia menjelaskan pemerintah sudah mengeluarkan undang-undang tentang hak cipta yang mengatur masalah pembajakan, yaitu UU NO 28/2014 Pasal 113.
Di dalam UU itu disebutkan pengguna karya/hak cipta tanpa izin dari pembuat karya bisa masuk dalam unsur pidana.
Pasal 4 UU Hak Cipta menyebutkan hak cipta merupakan hak eksklusif yang terdiri dari hak moral dan hak ekonomi.
Sekretaris RTIK Kabupaten Blitar Nuriyan Dwi Saputri memaparkan terkait pentingnya membuat password yang kuat untuk menjaga keamanan digital.
Menurut dia, password yang kuat tidak harus sulit. Dia mengaku membuat password yang mudah, tetapi tidak bisa diketahui orang lain.
“Misalnya, jangan pakai nama atau tanggal lahir diri sendiri. Kita bisa menggunakan hal-hal unik yang kita senangi, seperti pohon beringin,” ujarnya. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News