GenPI.co - Di tengah tantangan yang dihadapi para penyandang disabilitas, Komunitas Difabel Ampel (KDA) di Boyolali, Jawa Tengah, sukses menunjukkan bahwa keterbatasan fisik bukan penghalang untuk berkarya dan berkontribusi bagi masyarakat. Dengan semangat juang yang tinggi, komunitas ini kini berperan sebagai pengantar BrightGas dari Pertamina, yang memberikan inspirasi bagi banyak orang di sekitarnya.
Setiap hari anggota komunitas difabel ini mengantarkan gas elpiji ke rumah-rumah warga di sekitar Ampel. Kegiatan ini tidak hanya memberikan penghasilan, tetapi juga meningkatkan rasa percaya diri dan kemandirian mereka.
Ketua KDA Sardi bercerita komunitas ini semula terbentuk dari komunitas motor roda tiga yang merupakan motor modifikasi bagi difabel di Ampel, Boyolali, Jawa Tengah. Kebetulan semua anggotanya adalah penyandang tuna daksa.
“Komunitas motor ini kami bentuk menjadi KDA pada tahun 2018. Awalnya ya ingin teman-teman (difabel) di sini punya keterampilan dan skill, khususnya servis barang elektronik,” kata dia, saat ditemui di kediamannya di Desa Candi, Ampel, Boyolali, Jawa Tengah, pekan lalu.
Sardi pun bertindak sebagai mentornya. Keahliannya dalam memperbaiki barang elektronik ini didapat saat dia berada di Pusat Rehabilitasi YAKKUM ((Yayasan Kristen untuk Kesehatan Umum) Yogyakarta tahun 1990-an. Tak gampang mengajak teman-teman difabel di dekat tempat tinggalnya untuk mengikuti jejaknya mandiri dan berdaya menjadi tukang servis elektronik.
Dia menyadari masih banyak orang yang menganggap negatif penyandang disabilitas sepertinya. Ada anggapan disabilitas itu lemah dan tidak berdaya, sementara faktanya tidak demikian. Stigma buruk inilah yang kerap mengecilkan nyali para difabel untuk mandiri dan berdaya.
Upayanya selama bertahun-tahun akhirnya membuahkan hasil. Satu demi satu mereka bergabung sehingga kini ada sebanyak 24 anggota KDA yang semuanya tuna daksa. Tak hanya dilatih bisa servis elektronik, pria berusia 53 tahun ini juga memfasilitasi keahlian lain bagi rekan-rekannya, seperti menjahit, membuat kerajinan tangan hingga sabun cuci. Harapannya dengan skill yang dimiliki ini membuat mereka bisa mandiri dan mendapatkan penghasilan sendiri.
Usaha KDA untuk mandiri dan berdaya semakin terbukti saat mendapatkan tawaran dari Pertamina ketika pandemi covid-19 tahun 2020 lalu. Selain menjual jasa servis elektronik, mereka kemudian menjadi pengantar elpiji nonsubsidi BrightGas untuk wilayah Ampel dan sekitarnya. Masa pandemi menjadi berkah bagi KDA karena saat itu banyak warga tinggal di rumah yang berpengaruh pada kenaikan kebutuhan akan gas elpiji.
Caranya, mereka memanfaatkan motor roda tiga yang dimiliki untuk membawa tabung BrightGas dan mengantarkannya langsung kepada pelanggan yang notabene masyarakat sekitar. Mereka bisa mengantar gas dengan cara door to door sehingga memudahkan pelanggan.
“Sebelumnya, ada kenalan kami melihat motor teman-teman KDA yang dimodifikasi, sepertinya bisa untuk tempat tabung gas sekalian ngantar. Kami lalu diajak ke Teras (Kantor Pertamina Patra Niaga Fuel Terminal Boyolali). Ya sudah habis dicek dan aman, kami akhirnya kerja sama jadi pengantar BrightGas ini,” ungkap bapak 1 anak ini.
Pemasukan dari pengantar gas pink ini menjadi andalan mereka saat pandemi. Maklum ketika covid-19 melanda, bisnis servis elektronik menurun drastis karena sedikit orang yang mau memperbaiki televisi, radio, ataupun barang lainnya. Sebagai gantinya, ketika itu mereka bisa mengantar hingga seratusan gas dalam sepekan.
Sardi dan rekan-rekannya biasa mengantar BrightGas dengan jarak sekitar 5 kilometer (km) dari sekretariat KDA di Desa Candi, Kecamatan Ampel. Pelanggannya bervariasi, ada yang pengusaha susu sapi, peternak ayam hingga usaha toko kelontong. Mereka bisa mendapat keuntungan sekitar Rp4.000 per tabung gas pink ini.
Pelanggan cukup memesan elpiji nonsubsidi ini melalui layanan perpesanan WhatsApp ke masing-masing anggota KDA yang paling dekat dengan tempat tinggal mereka. Adapun pembayaran bisa dilakukan dengan uang tunai ataupun transfer.
KDA mendapatkan pasokan BrightGas dengan harga Rp66.000/tabung dan dijual senilai Rp70.000/tabung untuk ukuran 5,5 kg. Dari pendapatan ini, mereka bisa memeroleh keuntungan Rp4.000/tabung. Belakangan mereka juga menjual gas elpiji subsidi 3 kg (gas melon).
“Sekali antar itu bisa bawa 5 tabung gas untuk BrightGas. Kalau elpiji melon bisa muat sampai 8 tabung,” imbuh dia.
Saat ini KDA memiliki total 170 tabung gas elpiji, 90-an tabung di antaranya adalah gas pink dan sisanya gas melon. Dari jumlah tersebut, KDA membeli sendiri sekitar 50 tabung gas, sementara lainnya merupakan bantuan dari Pertamina.
Di sisi lain, dia juga memberikan pemahaman kepada warga terutama yang berprofesi sebagai pengusaha untuk memakai elpiji nonsubsidi ini. Bagaimana pun elpiji 3 kg diperuntukkan bagi masyarakat yang miskin atau tidak mampu.
Sardi berharap ke depan KDA tidak hanya berhenti pada pengantaran gas. Dia memiliki rencana untuk memperluas jangkauan layanan dan meningkatkan kapasitas pengantaran.
Selain itu, dia juga berencana untuk mengadakan pelatihan keterampilan tambahan bagi anggota komunitas agar memiliki lebih banyak pilihan pekerjaan di masa depan.
“Kami ingin mengembangkan usaha ini lebih jauh lagi. Dengan pelatihan dan dukungan yang tepat, kami yakin bisa membuka lebih banyak peluang kerja untuk anggota komunitas lainnya,” beber dia.
Anggota KDA lainnya, Sarjono, mengaku sangat terbantu dengan adanya usaha sampingan mengantar BrightGas ini. Dia sempat terpukul setelah mengalami kecelakaan jatuh dari pohon yang membuat kakinya tidak bisa berjalan lagi bertahun-tahun lalu.
Sardi lah yang membantu dan mengajaknya bangkit sehingga bisa menjadi seperti sekarang ini. Mas Jon, sapaan akrabnya, kini punya usaha toko kelontong. Dia juga membuka jasa servis elektronik hasil bergurunya kepada Sardi.
Seperti Sardi dan rekan lainnya, Mas Jon mengantar elpiji ini kepada pelanggannya dengan menggunakan motor roda tiga yang sudah dimodifikasi. Motor para anggota KDA ini bahkan sudah ada branding BrightGas dengan warna khasnya, pink.
“Alhamdulillah ada penghasilan. Ya kami enggak boleh bergantung dengan orang lain, harus mandiri seperti ini. Kan yang pesan gas ini setiap hari ada,” ujar dia.
Sementara itu, Area Manager Communication, Relation, and Corporate Social Responsibility Regional Jawa Bagian Tengah PT Pertamina Patra Niaga Brasto Galih Nugroho menjelaskan Komunitas Difabel Ampel (KDA) adalah bagian dari program Corporate Social Responsibility (CSR) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) unggulan Pertamina di Boyolali, khususnya pemberdayaan kelompok masyarakat difabel.
“KDA secara khusus bergerak di bidang usaha pelayanan pengantaran produk elpiji nonsubsidi/BrightGas dari Pertamina kepada konsumen yang melakukan pemesanan melalui Pertamina Delivery Service (PDS),” kata dia, saat diwawancara pada Rabu (30/10).
Brasto mengungkapkan KDA mulai diberdayakan sebagai agen pengantaran elpiji BrightGas sejak tahun 2020 ketika pandemi covid-19 yang terdapat imbauan untuk membatasi kegiatan fisik di luar rumah.
Ketika itu ada kebutuhan layanan pengantaran produk meningkat, salah satunya adalah produk elpiji nonsubsidi BrightGas untuk bahan bakar rumah tangga sehari-hari.
“Melihat permasalahan dan juga potensi tersebut, kami memberdayakan Komunitas Difabel Ampel untuk menjadi solusi sebagai agen pengantar produk kami. Sehingga para penyandang disabilitas tersebut tetap memiliki aktivitas perekonomian meskipun pada saat pandemi,” papar dia.
Di sisi lain, Pertamina berupaya untuk mengembangkan program TJSL untuk jangka waktu yang panjang sampai masyarakat yang dibina menjadi mandiri. Salah satunya adalah menjadikan kegiatan pemberdayaan yang dijalankan kepada masyarakat menjadi salah satu rantai bisnis dari Pertamina.
Brasto menambahkan di KDA Pertamina melihat peluang kolaborasi dari kegiatan usaha yang dijalankan mereka dengan bisnis Pertamina, yaitu produk elpiji nonsubsidi BrightGas. Dengan demikian, program tersebut tidak hanya memberikan manfaat kepada masyarakat, tapi juga ada nilai tambah balik yang kembali ke Pertamina.
Selain itu, sebagai bagian dalam pemberdayaan kelompok difabel yang dijalankan Pertamina, pihaknya juga melibatkan tim Health, Safety, Security, Environment (HSSE) yang ada di perusahaan. Mereka membagikan ilmu dan kompetensi utama yang dimiliki.
Dalam hal ini, HSSE sebagai tim perusahaan yang memiliki tugas pokok dan kompetensi pada aspek keamanan (safety) proses bisnis perusahaan juga kami dorong untuk terlibat dalam program TJSL, khususnya pada Komunitas Difabel Ampel untuk membagikan ilmu dan pengetahuan terkait aspek safety, khususnya terkait berkendara yang dijalankan oleh para penyandang difabel.
“Program Difablepreneur yang kami jalankan masih berjalan sampai saat ini dan terus berkembang. Yang terbaru adalah kami mengembangkan pemberdayaan penyandang disabilitas pada sektor pertanian, yaitu dengan memberdayakan Kelompok Pandawa Patra di Desa Keposong, Kabupaten Boyolali,” jelas dia.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News