GenPI.co - Kesalahan yang dilakukan oleh Komite Antidumping Indonesia (KADI) dibongkar oleh The Institute for Development of Economics and Finance (Indef).
Ada pun kesalahan tersebut terdapat dalam Laporan Akhir Hasil Penyelidikan terkait Bea Masuk Antidumping (BMAD) ubin keramik porselen asal China.
Andry Satrio Nugroho selaku Kepala Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi Indef mengkritisi hasil penyelidikan KADI yang merekomendasikan kenaikan BMAD sebesar 200 persen terhadap keramik impor dari China.
Andry menilai data KADI tidak kredibel, terutama dari dasar serta data yang digunakan untuk menaikkan tarif antidumping itu.
Jika memang terbukti terjadi dumping, apakah harus mengenakan tarif mencapai 200 persen.
“Kalau berbicara mengenai antidumping begitu ya tentu harus berbicara juga mengenai hasil temuan yang dilakukan oleh Komite Antidumping Indonesia atau KADI, yang memang merekomendasikan pengenaan BMAD atas impor ubin keramik,” ujar Andry dikutip dari JPNN, Selasa (23/7).
“Dalam hal ini Indef mencoba untuk mengkritisi hasil temuan dari KADI karena hasil yang dilakukan oleh KADI sendiri baik itu dari segi analisisnya dan juga rekomendasinya ini yang perlu dijadikan catatan. Apakah sebetulnya praktik dumping tersebut terjadi seperti itu ya atau kalau misalnya memang terjadi apakah memang sampai ke 200 persen?” imbuhnya.
Andry menjelaskan jika penyelidikan KADI dilakukan pada tahun 2019-2022 data menunjukkan data tren impor keramik Indonesia tidak terlalu tinggi.
“Yang perlu ditekankan di sini karena kalau melihat dari pertama dari proses penyelidikan untuk kerugiannya itu dilakukan di tahun 2019 sampai 2020, 2020 sampai 2021 dan 2021 ke 2022. Jadi, menurut kami adalah bahwa tahun-tahun seperti itu adalah tahun sebetulnya impor dari keramik tidak terlalu tinggi,” paparnya.
Dari hasil dari KADI, dia melihat capaian-capaian terkait dengan data-data bahwa itu tren impor China dan juga impor negara lain itu turun.
Sementara dari KADI sendiri penjualan dalam negeri malah meningkat sehingga anggapan merugikan industri dalam negeri dipertanyakan.
“Justru penjualan dari dalam negeri domestik di (dalam) analisis KADI ini justru malah meningkat. Nah, ini kan kami mempertanyakan juga gitu ya apakah memang sebetulnya BMAD itu tepat atau tidak?” tanyanya.
Andry menyampaikan dari segi penyerapan tenaga kerja, Harga Pokok Penjualan (HPP), investasi yang masuk juga tercatat mengalami peningkatan, ini menjadi pertanyaan yang besar bagi masyarakat apakah KADI tepat merekomendasikan BMAD sebesar itu.
“Tidak hanya itu dari segi produksi dan segi tenaga kerja ada peningkatan tenaga kerja di sana, ada dari segi HPP, dari segi investasi itu cukup meningkat. Nah, ini kan publik juga mempertanyakan apakah memang tepat begitu diberikan,” ungkapnya.
Andry khawatir jika tuduhan dumping itu tidak terbukti akan menjadi blunder bagi perdagangan dalam negeri. Pasalnya, nilai ekspor Indonesia ke China juga cukup besar.(fri/jpnn)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News