GenPI.co - Kawasan Ngarsopuro Night Market yang ada di Kota Solo, Jawa Tengah, menjadi jujugan bagi warga maupun wisatawan menghabiskan waktu khususnya saat akhir pekan. Di salah satu destinasi wisata di Kota Bengawan ini, berbagai usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) menjajakan aneka produknya di pasar malam yang digelar setiap Jumat-Sabtu dari pukul 19.00 WIB hingga 23.00 WIB.
Ngarsopuro Night Market sebenarnya ada sejak tahun 2009 saat Presiden Joko Widodo masih menjabat sebagai Wali Kota Solo. Dulu Ngarsopuro Night Market yang terletak di Jalan Diponegoro Solo ini hanya dikenal sebagai pasar malam. Kini destinasi wisata malam ini berubah menjadi pusat industri kreatif.
Di kawasan ini dijual berbagai aneka produk industri kreatif bikinan UMKM asal Solo. Mulai dari fesyen, kuliner hingga suvenir. Menariknya, barang-barang yang dijajakan di pasar malam ini sangat khas Kota Solo. Misalnya, berbagai produk kerajinan batik seperti pakaian, kain, tas, dan aksesoris. Tak ketinggalan, banyak sajian kuliner tradisional seperti wedang ronde, nasi liwet, serabi, wedangan, aneka camilan, dan sebagainya.
Seiring berjalannya waktu, cara penjualan UMKM di kawasan ini turut berubah. Mereka semula berjualan konvensional lalu kini sudah menawarkan pembayaran cashless (nontunai). Sejumlah pedagang bahkan menerima pembayaran dengan Quick Response Code Indonesian Standart (QRIS). Apalagi belakangan UMKM di bawah naungan Dinas Perdagangan Kota Solo ini kerja sama dengan Bank BRI terkait transaksi digital.
Salah satu pedagang Ngarsopuro Night Market, Sri Wahyuni, mengatakan dimudahkan dengan adanya pembayaran nontunai menggunakan QRIS. Pemilik Alif Aufan Fashion ini berjualan pakaian dan aksesoris dari kain batik di kawasan ini selama 10 tahun.
“Pakai QRIS itu setahun terakhir, mbak. Transaksi malah lebih gampang. Soalnya sekarang kalau saya kulakan (kain) juga enggak pakai uang tunai,” tutur dia, saat diwawancara GenPI.co, di lapaknya, Jumat (1/3).
Warga Mojosongo ini memproduksi sendiri aneka aksesoris dari kain batik seperti obi atau ikat pinggang. Harganya beragam mulai dari Rp 40.000. Selain berjualan di Ngarsopuro, wanita berusia 43 tahun ini menjualnya secara online (online shop) di rumah.
“Jadi nasabah BRI sudah lama, mbak, mungkin sejak saya masih sekolah ya. Pernah juga pinjam KUR (kredit usaha rakyat) untuk modal usaha saya ini. Udah langganan, jadi pas pinjam sudah tidak pakai agunan lagi,” imbuh dia.
Pedagang lain, Cahya Surya Harsakya, menyediakan transaksi QRIS untuk jualannya sekitar 6 bulan terakhir. Pemilik usaha handycraft dengan nama Sugi Shop ini semula mendapat tawaran untuk membuka rekening BRI dan QRIS.
“Cuma memang perlu strategi karena ada pajaknya, jadi harga dinaikkan sedikit. Bayar pakai QRIS mudah malahan. Saya mantaunya juga gampang karena langsung masuk notifikasi via SMS ke handphone,” ungkap Cahya, saat ditemui di lapaknya, Jumat (1/3).
Cahya berjualan aneka handycraft lokal seperti blangkon dan lurik sejak tahun 2012 lalu. Selain buka lapak di Ngarsopuro, dia juga menjual produknya secara online lewat marketplace. Pendapatan bersihnya bisa separuh Upah Minimum Regional (UMR) dari jualan ini.
Menurut dia, dengan adanya pembayaran nontunai ini juga membantu dia untuk menabung. Dia tak perlu memegang uang tunai karena setiap transaksi menggunakan QRIS langsung masuk ke rekeningnya.
“Kalau nontunai kami dipaksa duit disimpan di rekening di bank, tapi ini menguntungkan, kami jadi punya simpanan di bank. Kalau bayar tunai, susah cari uang kembalian. Pegang uang cash itu sering khilaf, mbak,” akunya.
Salah satu pengunjung asal Boyolali, Sawitri, mengaku kerap mengajak teman-temannya dari luar kota untuk jalan-jalan di kawasan ini. Dia terkesan dengan berbagai produk yang dijual di Ngarsopuro.
“Apalagi tempatnya dekat Mangkunegaran, di pusat Kota Solo. Sekarang ditambah kafe yang cocok buat nongkrong, ada live music juga, komplet lah. Bisa nongkrong belanja plus jajan,” tutur dia, saat diwawancara GenPI.co, Jumat (1/3).
Karyawan swasta ini menilai produk yang dijual di Ngarsopuro Night Market cukup beragam. Akan tetapi, dia berharap jualan suvenir khas Solo dan kulinernya bisa diperbanyak.
“Harga oke sih, kalau untuk wisatawan ya enggak mahal. Apalagi sekarang bayar bisa pakai QRIS, jadi gampang kalau pembeli kebetulan tidak bawa banyak uang tunai, ya,” imbuh dia.
Pengunjung lain, Ninik, kerap menjadikan lokasi ini sebagai tempatnya nongkrong bersama teman-temannya. Menurut dia, jajanan di Ngarsopuro cukup menarik, begitu pula dengan pernak-perniknya.
“Seneng sih udah bisa bayar pakai QRIS. Penjual dan pembeli enggak mikir uang kembalian. Bayar juga udah pasti nominalnya,” kata dia, saat diwawancara GenPI.co, Jumat (1/3).
Sementara itu, Pimpinan Cabang (Pinca) BRI Slamet Riyadi Solo Agung Ari Wibowo menjelaskan pihaknya harus menjaga alat aksepsi seperti QRIS dan electronic data capture (EDC) di Solo. Apalagi di kota ini muncul banyak merchant baru yang didominasi usaha kuliner.
“Ini segmentasi kami ke depan, untuk menciptakan pertumbuhan baru sisi reliabilitas kami. Kalau warung kecil atau pedagang keliling lebih tepatnya QRIS. QRIS ini adalah tools memudahkan pembayaran ke rekening secara realtime, meski Sabtu atau Minggu,” papar dia, saat ditemui di kantornya, Senin (11/3).
Agung membeberkan Bank BRI sebagai lembaga Intermediary bertugas menghimpun dana lalu menyalurkan kembali dalam bentuk kredit. Selain itu, pihaknya juga berkomitmen melakukan transformasi digital.
“QRIS dan EDC di Solo dari segmen bisnis itu lebih ke perdagangan dan jasa. Kalau dari sisi sektor usaha (BPS) lebih ke perdagangan batik,” tutur dia.
Di sisi lain, Agung menggarisbawahi Bank BRI memiliki visi memberi makna Indonesia dengan memberdayakan masyarakat sebagai penopang perekonomian nasional. Salah satunya adalah dengan mendampingi UMKM hingga mereka naik kelas.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News