GenPI.co - Pemerintah diminta mewaspadai perang Rusia Ukraina yang berpotensi mengganggu perekonomian nasional
Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eisha M Rachbini memperkirakan defisit anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN berpotensi melebar karena adanya konflik kedua negara itu.
Perang kedua negara memicu kenaikan harga minyak dan gas bumi (migas) dan berbagai komoditas strategis global.
Jika harga minyak stabil di atas USD 100 per barel dan banderol bahan pokok naik, pemerintah akan kelimpungan dan berusaha mengintervensi.
"Pemerintah akan melakukan intervensi harga, memberi subsidi dan bantuan sosial yang menambah defisit APBN," katanya di Jakarta, Selasa (8/3).
Eisha memastikan dampak kenaikan harga minyak akan berpengaruh terhadap belanja subsidi energi pemerintah.
Jika harga minyak naik 1 USD per barel, anggaran subsidi elpiji akan terkerek hingga Rp 1,47 triliun, dan minyak tanah Rp 49 miliar.
Tak hanya itu, pemerintah akan mendapat beban kompensasi PT Pertamina (Persero) Rp 2,65 triliun dan subsidi listrik meningkat Rp 295 miliar.
Dengan belanja yang besar, sektor penerimaan justru tak banyak membantu.
Penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak atau PNBP diperkirakan naik masing-masing Rp 0,8 triliun dan Rp 2,2 triliun.
Eisha memperkirakan, kondisi tersebut membuat defisit APBN bisa mencapai Rp 868 triliun atau 4,8 persen dari produk domestik bruto atau PDB.
"APBN perlu dikelola dengan tepat dan efisien dengan memprioritas pemulihan ekonomi, menjaga daya beli dan pertumbuhan ekonomi," ujarnya.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News