GenPI.co - Pakar hukum tata negara STHI Jentera Bivitri Susanti mengkritik langkah pemerintah yang sangat menggantungkan percepatan ekonomi lewat Undang-Undang Cipta Kerja.
Pasalnya, pertumbuhan ekonomi sebenarnya tak bisa dilakukan secara instan.
“Kita butuh kesejahteraan masyarakat dari pembangunan berkelanjutan,” ujarnya dalam kegiatan “Dialog Temuan Awal Kajian Komnas Perempuan tentang Dampak UU Cipta Kerja terhadap Pekerja Migran Indonesia”, Jumat (17/12).
Bivitri mengatakan bahwa pembangunan tak bisa dimaknai hanya sebagai pertumbuhan ekonomi yang dilihat secara statistik.
Menurutnya, ukuran pertumbuhan ekonomi secara statistik itu biasanya hanya melihat Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP).
“Faktor lain yang penting dalam perekonomian negara tak ikut diperhitungkan,” katanya.
Hal tersebut tentu menyebabkan pemerintah tak bisa menjangkau keadilan ekonomi serta kualitas manusia dan lingkungan.
“GDP itu tak melihat kualitas kemanusiaan. Sebab, yang dilihat hanya angka ekspor, impor, dan nilai tukar,” ungkapnya.
Bivitri menilai bahwa cara pandang yang digunakan dalam menyusun UU Cipta Kerja itu hanya bermanfaat bagi oligarki saja.
Sebab, GDP tidak melihat pemerataan ekonomi, tingkat pengangguran, atau angka kematian ibu.
“Hanya satu persen kelompok masyarakat Indonesia saja yang diuntungkan, karena mereka menguasai hampir seluruh kekayaan masyarakat Indonesia,” ungkapnya.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News