GenPI.co - Ekonom konstitusi Defiyan Cori mengatakan bahwa salah kelola badan usaha milik negara (BUMN) membuat keuntungan perusahaan tak kembali lagi ke kas negara.
Hal itu didasari oleh saham perusahaan BUMN yang tak boleh dibagi-bagi, karena dianggap melanggar konstitusi.
“Kondisi itu membuat munculnya pembagian laba yang tak masuk seutuhnya ke kas negara,” ujar Defiyan Cori dalam diskusi 'Ironi Pandemi: Pejabat Makin Untung, BUMN Kian Buntung', Minggu (21/11).
Menurut Defiyan, kondisi transparansi keuangan BUMN hari ini memang jauh lebih baik dari masa Orde Baru.
Namun, kontribusi BUMN untuk pembangunan lebih baik di masa Orde Baru dibandingkan pada era Reformasi.
“Selama 30 tahun lebih Presiden Soeharto berkuasa, pembangunan Indonesia sebagian besar dananya berasal dari keuntungan BUMN,” ungkapnya.
Defiyan mengatakan bahwa Reformasi Indonesia pada 1998 mirip dengan fenomena Big Bang. Pasalnya, euforia masyarakat sangat besar atas dibukanya keran demokrasi.
Hal itu bahkan membuat pemerintah pusat hanya memiliki lima kewenangan dalam mengelola negara.
“Amputasi terhadap kewenangan MPR, sistem politik, dan mekanisme pemilu justru membuat kita lebih liberal dari negara yang menganut sistem liberal,” katanya.
Lebih lanjut, Defiyan menilai bahwa penandatanganan Letter of Intent (LoI) IMF oleh Presiden Kedua RI Soeharto masih berperan besar kepada perekonomian Indonesia hari ini.
Seperti diketahui, momen Direktur IMF Michel Camdessus bersedekap melihat Presiden Soeharto menandatangani LoI terpotret dan menjadi foto yang berperan penting dalam sejarah Indonesia.
“Namun, sampai kapan kita harus bertekuk lutut dan manut kepada LoI IMF? Undang-undang sektoral perekonomian saja sudah melenceng jauh dari konstitusi negara,” tuturnya.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News