GenPI.co - Perjuanganku mendapatkan uluran cinta dari Dena sangat berliku. Aku merasa selalu menemui jalan buntu.
Jalan yang awalnya terlihat mulus tiba-tiba berubah sangat terjal. Namaku Riko. Aku tinggal di Yogyakarta.
Sudah hampir tiga tahun aku tinggal di kota yang menyenangkan ini. Hidupku terasa lengkap.
Aku bisa menikah dengan Rena. Kami sudah punya satu anak. Pekerjaanku lancar.
Rena juga bisa menjadi ibu rumah tangga yang menyenangkan. Kurang apa lagi? Sepertinya tidak ada.
Namun, sebelum menjalani kehidupan seperti sekarang, aku harus berjuang sampai berdarah-darah.
Salah satunya ketika ingin memiliki Dena. Dena memang seolah betah dengan kesendiriannya.
Entah apa alasannya. Aku juga tidak mengetahuinya. Padahal, dia adalah wanita yang sangat cantik.
Setidaknya bagiku. Dena juga cerdas. Dia adalah tipe wanita mandiri. Dena tidak akan mau menggantungkan hidup kepada orang lain.
Entah sudah berapa kali aku meminta Dena menjadi pacarku. Semuanya berakhir dengan kegagalan dan patah hati.
Dena pernah tidak memberikan jawaban. Dia malah mendiamkanku. Dena juga pernah tidak mau berkomunikasi denganku.
“Kenapa?”
“Aku nggak mau orang yang setengah-setengah,” jawab Dena.
Aku termenung mendengar jawaban Dena. Aku merasa sudah melakukan banyak hal.
Aku bahkan sampai menuruti saran temanku, Robi, untuk mendapatkan Dena. Usahaku ternyata tidak dianggap.
Aku memilih mencurahkan tenaga dan pikiranku untuk pekerjaanku. Aku punya kafe dan usaha lain.
Namun, sekuat-kuatnya aku menahan perasaan, hatiku tetap tertambat kepada Dena. Aku tidak bisa melupakannya.
Aku tiba-tiba menemukan ide. Sebenarnya sangat nekat. Namun, aku harus mencobanya.
“Bagaimana?” tanyaku.
“Kayak berani aja,” ujar Dena.
“Kamu bisa kapan?”
Dena seolah tidak memercayaiku. Namun, aku bersikukuh. Aku sudah membulatkan tekad. Sebulan berselang aku menemui ibu Dena. Aku meminta izin melamar Dena.
Ibu Dena tersenyum lebar. Dena mengangguk. Empat bulan kemudian kami menikah. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News