GenPI.co - Hai, namaku Indra Saddil. Ini adalah kisah horor yang pernah aku alami dan tidak bisa kulupakan sampai sekarang.
Pekerjaanku membuat diriku terkadang harus pulang larut malam. Beruntungnya, aku selalu membawa motor, sehingga tidak perlu pusing memikirkan bagaimana pulang ke rumah pada malam hari.
Hari itu, aku pulang tidak terlalu malam, sekitar jam sepuluh lebih. Memang lebih malam dari biasanya, tapi memang ada waktu-waktu di mana aku terkadang harus pulang di atas jam 12.
Nah, ada satu jalur pulang yang bisa membuatku tiba di rumah lebih cepat. Namun, jalannya cukup sempit dan sepi.
Oleh karena itu, aku hanya lewat jalan itu saat pulangnya tidak terlalu malam.
Saat itu, aku merasa jam sepuluh malam masih belum terlalu larut, terlebih lagi aku sedang benar-benar letih dan ingin cepat sampai rumah.
Akhirnya, aku memberanikan diri melewati jalan pintas tersebut.
Sebelum memasuki gang sempit itu, di pinggir jalan aku melihat ada seorang perempuan yang mengacungkan jempolnya, sebuah tanda untuk meminta tolong menumpang.
Merasa kasihan, aku pun memberhentikan motorku di sampingnya. Aku tidak terlalu melihat dengan jelas wajah perempuan tersebut karena dia menggunakan masker.
Dia mengenakan kemeja putih bersih dan rok hitam selutut. Rambutnya lurus dengan panjang sebahu.
“Butuh tumpangan, mbak? Mau bareng saya?” tanyaku.
Tanpa menjawab dia hanya mengangguk dan langsung duduk di jok motorku.
“Lumayan ada teman, jadi tidak terlalu seram lewat jalan ini,” pikirku dalam hati.
Selama perjalanan, beberapa kali aku mencoba untuk berbicara dan bertanya ke perempuan tersebut, tetapi dia hanya diam.
“Ah, mungkin dia sedang lelah,” pikirku.
Setelah sekitar 5 menit berkendara dengan keheningan di jalan yang sempit dan sepi itu, tiba-tiba perempuan itu menepuk pundakku.
“Berhenti di depan saja, mas,” ujarnya dengan suara lembut.
Aku sempat kebingungan karena sejauh mata memandang, tidak ada rumah yang terlihat. Sisi kanan dan kiri jalan hanya ada tanah kosong dan perkebunan.
“Di sini, mas,” ucapnya sambil menepuk pundakku dua kali.
Bulu kudukku langsung berdiri saat melihat ke arah kiri tempat kami berhenti. Bukan rumah yang aku lihat, melainkan pemakaman dengan batu nisan yang tertata rapi.
“Terima kasih, ya, mas,” kata dia sambil berjalan memasuki area kuburan dan tiba-tiba menghilang.
Perempuan tersebut pun tiba-tiba hilang dari pandanganku. Tanpa pikir panjang, aku langsung pergi dari tempat itu secara cepat.
Hingga sampai di rumah, aku masih merasa lemas dan jantung berdetak cepat.
“Aku tidak akan pulang lewat jalan itu lagi,” gumamku dalam hati. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News