GenPI.co - Perkenalkan namaku, Puji Setyaningtyas. Orang akrab memanggilku Tyas. Saat ini aku tinggal di Kebumen Jawa Tengah.
Menjadi seorang mualaf tidaklah mudah bagiku, terlebih aku lahir di keluarga yang cukup menentang perbedaan.
Memutuskan menjadi seorang mualaf membuat aku harus banyak belajar, ya, belajar menerima semuanya.
Perkataan, pandangan, hingga tindakan yang sama sekali tidak pernah aku bayangkan saat aku memutuskan untuk mengikuti perintah Allah.
Perjalananku menjadi seorang mualaf dimulai beberapa tahun lalu. Aku memutuskan mengikut-Nya bukan karena orang lain, tapi pilihanku sendiri.
Rasa cintaku pada Allah, membuat aku memiliki niat dan semangat yang tinggi untuk terus belajar agar bisa mengenal Dia lebih dan lebih lagi.
Semua aku pelajari sedikit demi sedikit, sampai akhirnya beberapa orang terdekat turut mendukung aku untuk belajar mengenal keinginan Allah berdasarkan Al-Qur'an.
"Ya, Allah, muluskan jalanku untuk selalu bisa dekat padaMu," kataku, setiap malam dalam salat.
Setiap mengingat kebaikan Allah dalam hidup, tidak jarang aku menangis. Memang, tidak bisa disentuh dengan tangan karunianya.
Namun, sampai saat ini aku selalu merasa kecukupan tanpa khawatir akan hari esok.
"Sejak saya memutuskan menjadi mualaf tidak seharipun saya merasa menyesal, karena semua jalan dilapangkan mulai dari usaha, kesehatan, dan rencana-rencana," ungkapku, sambil membuka mukena usai salat.
Meski demikian, sampai saat ini aku masih berusaha belajar melakukan yang terbaik sesuai dengan ajaran Islam.
Bahkan pengalaman pertama aku untuk bisa shalat dan baca Al-Qur'an pun semuanya niat dari diri sendiri untuk belajar dan bukti mencintaiNya.
Kisah mualaf ini seperti dituturkan Puji Setyaningtyas kepada GenPI.co.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News