Nikmatnya Durian yang Dibelah Bapak Kost, Stres Langsung Hilang

03 April 2022 17:00

GenPI.co - Perkenalkan, namaku Wati. Aku seorang mahasiswi akhir di salah satu kampus swasta di Jakarta. 

Aku sebenarnya sudah tinggal mengerjakan tugas skripsi, tetapi hal itu belum terlaksana. 

Sebab, aku terlalu sibuk bekerja untuk menyambung hidup di kota, lantaran uang kuliah selalu habis pada pertengahan bulan. 

BACA JUGA:  Bapak Kost Mencicipi Punyaku, Katanya Nikmat

Maklum, aku bukan terlahir dari keluarga yang kaya, sehingga jatah uang jajan bulanan selalu pas, bahkan kerap kurang. 

Aku pun memutuskan untuk pindah indekos dari sebelumnya karena bulanannya cukup mahal. 

BACA JUGA:  Sifat Bapak Kost Mirip Ayahku, Rinduku Terbayar Lunas

Kali ini, aku memang tinggal di sebuah indekos yang cukup jauh dari kampus. 

Selain itu, aku juga bekerja setiap akhir pekan, bahkan pada hari biasa selesai kuliah. 

BACA JUGA:  Rujak Tumbuk Buatan Bapak Kost Tiada Dua, Aku dibuat Terpana

"Ternyata begini, ya, kerja sambil kuliah. Rasanya kaki seperti di kepala," gumamku. 

Aku melalui kegiatan kuliah sambil kerja sudah hampir sebulan, yang mana Bapak Kos juga mengetahui kesibukanku itu. 

Dia awalnya tidak masalah jika aku sering pulang malam usai kuliah dan bekerja. 

Namun, masalah itu datang ketika Bapak Kos melihat aku bersama seorang pria, padahal itu teman kuliahku. 

Singkat cerita, pada siang hari sebelum berangkat kuliah, Bapak Kos yang bernama Fakih itu terlihat berdiri di depan gerbang. 

Aku yang semalam sempat bertemu dengannya pun merasa sungkan untuk lewat. 

Namun, mau bagaimana lagi? Jalan itu ialah satu-satunya aku bisa keluar. 

"Permisi Pak Fakih," ujarku. 

"Oh. Iya, mau kuliah apa kerja?" sahutnya. 

"Kuliah, pak. Setelah kuliah, saya baru kerja," kataku. 

"Kejadian semalam jangan terulang lagi, ya. Warga sekitar bilang ke saya untuk kasih tahu ke kamu. Sebab, kamu jangan seenaknya diantar cowok," ucap Pak Fakih. 

"Ah, iya, maaf, pak," tambahku. 

Setelah menjawab singkat, aku pun berlalu meninggalkan Pak Fakih. 

"Hmm, begini banget, ya, tempat indekos di wilayah ini," gumamku. 

Aku jelas merasa kesal, karena temanku pun tidak ada yang pernah masuk indekos. 

Mereka hanya mengantar di depan gerbang. Namun, warga melihat hal itu sebagai sesuatu yang berbeda. 

Padahal, hal itu sebenarnya biasa terjadi di kota-kota besar. 

Hari itu, aku merasa kesal hingga pulang ke indekos setelah bekerja di salah satu kafe. 

"Wah, lelah sekali hari ini. Sudah dimarahi, aku jadi malas kuliah dan kerja," pikirku sambil tiduran di kasur. 

Tidak begitu lama, pintu kamar mendadak ada yang mengetuk. Ternyata itu suara Pak Fakih dari luar memanggil namaku. 

"Dek Wati. Ini ada kiriman dari orang tuamu. Sepertinya buah durian," katanya. 

"Sebentar, pak," sahutku. 

Aku pun bergegas keluar kamar karena tahu itu ialah paket dari ayahku, yang mana bekerja di kebun durian. 

"Terima kasih banyak, pak. Ini durian paling enak se-Sumatera hasil panen ayahku," ucapku semangat. 

"Ah, ternyata memang durian. Kelihatannya enak, dek," kata Pak Fakih. 

"Iya, pak. Kiranya kalau mau, bapak bisa ambil juga, kok," ucapku. 

"Tidak perlu repot-repot, dek. Kalau boleh, saya izin belah durian ini di sini saja, ya. Saya juga nggak boleh makan itu banyak-banyak," sahutnya. 

Setelah percakapan itu, kami berdua akhirnya makan durian bersama di teras indekos. 

"Memang, ya, makan buah durian bisa mengembalikan perasaan yang kacau. Kami pun menghabiskan satu buah durian bersama," pikirku. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Hafid Arsyid Reporter: Puji Langgeng

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2025 by GenPI.co