GenPI.co - Malam minggu, aku merasa kesepian setelah pacarku pergi meninggalkanku. Aku tak tahu harus berbuat apa selain berharap dia kembali.
Aku tak bisa membohongi diriku sendiri, jika aku masih sayang kepadanya.
“Heh, bengong apaan lu?” kata Siska mengagetkanku.
Seketika lamunanku buyar. Aku menyeka air mata yang tak sengaja menetes di pipi.
“Ngapain lu? Lu nangis? Udah cowok seperti Rayhan itu nggak pantas ditangisi,” katanya.
Aku dan Rayhan sudah menjalin hubungan selama lima tahun. Hubungan kami pun melebihi orang pacaran pada umumnya.
Kami berdua sudah tinggal satu rumah. Kami kontrak di sebuah kontrakan petak di kawasan Jakarta Pusat.
Sayangnya hubungan kami menjadi berantakan ketika aku memergoki Rayhan berduaan dengan wanita lain di kontrakan.
Siang itu, kemarahanku sudah membuncah. Aku tak bisa lagi mengontrol emosi, ketika melihat Rayhan dan selingkuhannya di kontrakan.
Aku marah sejadi-jadinya. Namun, sayangnya Rayhan tak membelaku, malah membela wanita tersebut.
“Lima tahun kita pacaran, tapi kamu malah bela wanita ini?” tanyaku.
Keduanya bergeming, lalu pergi meninggalkanku.
Keesokan harinya Rayhan kembali ke kontrakan. Dia mengatakan tak bisa melanjutkan hubungan denganku dan memilih meninggalkanku.
Saat Rayhan kembali, aku merasa muak melihat mukanya dan berharap dia tak kembali.
Namun, kini aku merasa menyesal dan ingin dia kembali ke pelukanku.
“Rayhan, aku rindu dan tak bisa hidup tanpamu,” gumamku.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News