GenPI.co - Namaku Prita. Aku mahasiswi semester tiga di sala satu universitas negeri di Jakarta.
Aku baru saja jadian dengan kakak tingkat alias kating di kampus. Namanya Ridho.
Kak Ridho memang menjadi incaran para mahasiswa baru seperti aku. Terbukti saat ospek kampus, seluruh teman wanita angkatanku khususnya di fakultas komunikasi meminta nomor ponselnya.
Awalnya, aku cuek. Begitulah aku yang sebenarnya.
Namun, beberapa bulan aku menjadi mahasiswa baru (maba) saat itu, Kak Ridho mulai mendekati aku.
Sebenarnya aku tidak gede rasa alias ge-er. Namun, sikapnya saat itu aneh sekali.
"Hi Prita?," sapa Kak Ridho saat dirinya bermain basket di lapangan kampus.
Aku yang saat itu heran dengannya hanya melontarkan senyum seadanya. Selain itu, aku juga takut dengan kekasih Kak Ridho, namanya Sylvia.
Anehnya, setelah Kak Ridho untuk pertama kali memanggilku di lapangan basket, saat pulang kuliah dia tiba-tiba chat.
"Halo Prita? Ini Kak Ridho," tulisnya di pesan singkat itu.
"Iya, kak. Ada apa, ya?," tanyaku bingung.
"Sorry, ganggu nggak kakak chat kamu malam-malam?," tanya Kak Ridho.
"Nggak, kok," tegasku.
Tiba-tiba, kring....kring....kring.... ponselku bunyi. Kak Ridho langsung menelponku.
Kak Ridho menelponku hampir dini hari, sekitar 4 jam teleponan. Wow, banget menurutku.
Memang aku akui bahwa topik selama di telepon bersama Kak Ridho seru. Aku sampai terbawa suasana.
Oh, iya, Kak Ridho ternyata sudah putus dari Sylvia. Dia juga izin awalnya untuk mendekati aku.
Setelah beberapa bulan kami intens komunikasi dan pulang bersama, aku memutuskan untuk berpacaran dengannya.
Usia pacaran kami tidak lebih lama dari saat pendekatan. Hanya dua bulan saja.
"Prita, sorry. Aku nggak bisa lanjutin hubungan ini," tegas Ridho singkat di chat.
Aku langsung menelponnya dan dia tak mengangkatnya. Bahkan, dua minggu dia tidak ke kampus.
Setelah dua minggu itu, Kak Ridho menemuiku dan menjelaskan alasannya.
"Maaf, Prita. Aku bukannya tidak cinta sama kamu tetapi bayangan Sylvia selalu ada di pikiranku. Aku jadi menyesal telah membuatmu sakit hati," ujar Kak Ridho saat memberitahuku alasannya.
"Jadi, kamu masih sayang kepada Sylvia?," tanyaku.
"Maaf, masih. Perasaanku kepadaku ternyata tidak sebesar seperti ke Sylvia," jelasnya.
Aku hanya bisa pasrah dan memberikan dukungan kepadanya. Toh, hubunganku dengan Kak Ridho hanya berjalan dua bulan dan belum memakai sepenuh hati.
Aku masih untung meski kecewa karena dia tidak benar-benar tulus.
Sejak saat itu, aku memilih untuk melupakan Kak Ridho dan melanjutkan aktivitasku seperti biasa. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News