GenPI.co - Perkenalkan Aku Nanda, seorang ibu rumah tangga dengan satu orang anak. Suamiku bernama Christian yang merupakan karyawan swasta.
Hubungan rumah tanggaku tampak begitu harmonis. Aku dan suami satu sama lainnya dekat dengan keluarga masih-masing, sehingga hari-hari begitu berwarna.
Namun, tiga bulan setelahnya rumah tanggaku tidak seindah seperti biasanya.
Oleh dikarenakan sang suami akan tugas luar kota berbulan-bulan.
"Mah, Januari aku ke luar kota. Sekitar tiga bulan aku menetap di kota terpencil," kata suamiku.
"Sebenarnya aku mau ikut, tetapi ini urusan pekerjaan kamu. Aku mau tidak mau harus menerima jauh darimu," kataku.
"Aku juga maunya kamu ikut, tetapi tidak diperbolehkan oleh kantor," timpal suamiku.
"Terpenting kamu bisa jaga diri dan tidak aneh-aneh di sana. Ingat kamu punya anak, Mas," kataku.
"Pastinya sayang," ujar suami.
Baca juga: Fungsi Pemakaian Program E-Learning dalam Evaluasi Terbuka dan Jarak Jauh
"Janji, ya," ucapku.
"Iya, aku janji," timpalnya.
Hari yang aku benci itu tiba. Sebab, suamiku harus berangkat ke kota terpencil itu.
Pelukan dan kecupannya sebagai tanda berpamitan denganku dan buah hatinya.
Aku sangat sedih melepas kepergian sementaranya. Air mata tidak bisa terbendung dan anakku turut menangis.
Dengan tenangnya suamiku mengelus punggungku.
"Aku sayang kamu," katanya pelan di telingaku.
Aku makin erat melepaskan kepergiannya itu.
Singkat cerita dua bulan berlalu, aku dan suami melepaskan rindu hanya via video call saja.
Namun, sepinya hidupku bisa ditutupi oleh bapak dan ibu mertuaku.
Sebab, dia intens berkunjung ke rumahku dan kerap kali mengajak bepergian.
Aku pun menceritakan semua hal itu kepada suamiku.
Dia sangat bahagia melihat aku begitu akrab dengan bapak dan ibunya.
Ternyata ada alasan khusus mengapa mertuaku senang banget kalo berkunjung ke rumah.
Sebab, bapak mertuaku terbius rendang jengkol buatanku.
Itu salah satu hal yang aku ceritakan kepada suamiku.
"Bapak suka banget jengkol, tetapi ibu nggak. Jadi, ibu tidak pernah buat," kata suamiku lewat sambungan telepon.
"Pantesan, ibu bilang 'masakan kamu top sampai-sampai bapakmu itu suka'," ceritaku.
"Lanjutkan sayang. Aku balik kita buat restoran rendang jengkol," candanya.
Suamiku memang sangat lihai dalam menghibur.
Kendati demikian, bagiku hidup tidak sempurna tanpa adanya kepala rumah tangga disebelahku.
Semenjak suamiku pergi, aku dengannya tidak pernah konflik.
Dikarenakan, malah saling melepaskan rindu seolah-olah seperti zaman pacaran dahulu.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News