GenPI.co - Namaku Lisa. Aku baru dua tahun merantau ke Jakarta. Awalnya, aku bekerja di Sumatera Utara.
Namun, aku dipindah ke Jakarta. Sudah cukup banyak hal yang aku rasakan di ibu kota.
Mulai kisah sedih hingga bahagia. Aku berusaha menjalani kehidupanku di Jakarta dengan happy.
Awalnya, aku tidak betah di Jakarta. Kemacetan menjadi alasan utamanya.
Aku harus berangkat pagi dan menerjang jalanan yang sangat macet untuk ke kantor.
Akan tetapi, lama-kelamaan aku menikmatinya. Aku menganggap semua hal di Jakarta sebagai pengalaman hidup.
Aku juga sudah mempunyai banyak teman. Dari sekian banyak teman, Andi adalah salah satu rekan pertamaku.
Dia teman sekantorku. Orangnya kocak. Usil juga. Ada saja idenya ketika menjahili orang.
Aku pun termasuk yang pernah terkena ulahnya. Saat itu aku baru beberapa hari di Jakarta.
Andi dan dua teman sekantorku dia menjahiliku dengan ulah mereka yang konyol.
Saat itu Andi membawa kopi yang diraciknya. Dia lalu memberikanku gelas.
“Andi, gila kamu, ya. Ini gede banget. Memangnya mau minum dawet?” aku berteriak.
Andi tertawa. Pak Anton, kepala divisiku, hanya tertawa. Dia membiarkan kamu bersenda gurau.
Jam kerja memang sudah habis. Pada lain hari, Andi kembali menjahiliku. Saat itu aku hendak ke kamar mandi.
Aku mencari sandalku, tetapi tidak ketemu. Andi lantas memberikanku sandal.
“Ini sandal anakmu, Ndi? Seupil begini,” kataku.
Andi tertawa. Namun, Andi juga sangat setia kawan. Aku pernah sakit tifus sehingga harus bed rest di indekos.
Andi adalah orang yang selalu memperhatikanku. Dia selalu membawakanku sarapan.
Dia juga membelikanku obat di apotek. Aku sampai tidak enak hati melihat perlakuannya.
Apakah dia jatuh cinta kepadaku? Tidak. Andi sudah menganggapku sebagai sahabat dekatnya.
Aku pun menganggap dia sebagai teman yang sangat baik. Hampir setiap hari kami makan bersama.
Nyaris setiap akhir pekan kami kongko bareng. Bisa berdua. Bisa pula bersama teman lain.
“Betah, kan, di Jakarta?”
“Betah, sih. Kamu yang bikin nggak betah,” ujarku ketika kami nongkrong di coffee shop.
Andi hanya ngakak. Dia memasukkan lombok di spageti yang aku pesan. Aku langsung gelagapan ketika memakan pesananku.
Andi kembali ngakak. Aku langsung melemparkan tisu ke arah wajahnya. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News