GenPI.co - Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan meminta Bank Indonesia untuk mengkaji ulang dampak positif maupun negatif penerbitan uang pecahan Rp 75 ribu.
Padahal, menurut Heri, peluncuran Rp 75 ribu bisa mengganggu agenda redenominasi rupiah. Saat ini pemerintah telah menyiapkan RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (RUU Redemoninasi).
BACA JUGA: Penampakan Uang Baru Pecahan Rp 75.000, Ini Makna Tampilannya
Rencana tersebut tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) Kemenkeu 2020-2024 yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 77/2020.
Urgensi redenomisasi adalah menimbulkan efisiensi perekonomian berupa percepatan waktu transaksi, berkuruanangnya risiko human error, dan efisiensi pencatuman harga barang/jasa karena sederhananya jumlah digit rupiah.
“RUU Redenominasi ditargetkan akan selesai pada 2020-2024. Kehadiran pecahan Rp 75 ribu akan makin menambah banyak mata uang yang akan diredenominasi, sehingga otomatis akan semakin membengkaknya biaya,” ujar Heri dikutip rmol.id, Selasa (18/9).
Setidaknya, kata Heri, ada empat kajian yang perlu diperhatikan oleh Bank Indonesia sebelum mengeluarkan uang pecahan baru tersebut.
Pertama, uang baru akan membutuhkan proses produksi. Apabila produksinya di dalam negeri, maka akan baik untuk perekonomian, setidaknya sektor percetakan akan menerima manfaatnya.
“Namun bila dicetak di luar negeri maka keuntungan tersebut akan dinikmati oleh percetakan asing," kata Heri.
Kedua, lanjut Heri, perbankan harus menyesuaikan berbagai instrumen untuk menyambut uang baru tersebut. Ada beban biaya yang harus disiapkan misalnya menyangkut IT pada ATM harus bisa menerima pecahan Rp 75 ribu.
BACA JUGA: Ada Amien Rais di Lokasi Deklarasi KAMI
Bila biaya yang ditanggung perbankan cukup besar maka bisa dijadikan alasan untuk makin lama menurunkan suku bunga pinjaman karena adanya penambahan beban biaya tersebut. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News