Cegah Corona: Jelang Ramadan, Adu Cepat Mudik vs Kebijakan Jokowi

28 Maret 2020 20:17

GenPI.co - Seperti tahu kemungkinan bakal ada larangan mudik pada Ramadan dan Idulfitri tahun ini, sejumlah warga terutama yang mencari rezeki di kawasan Jabodetabek sudah mulai pulang ke kampung halamannya.

Tidak cuma persoalan adu cepat, masalah pendapatan bagi warga yang mendapatkan penghasilan di sektor informal juga menjadi salah satu alasan utamanya.

Kekhawatiran kehilangan pekerjaan, jika perusahaan tempat mereka bekerja tutup berkepanjangan akibat wabah virus corona (covid-19).

Berpikir ketimbang susah hidup di tempat orang, menjadi alasan arus mudik mulai ramai saat ini.

Djoko Setijowarno, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat juga mengungkapkan masalah “mudik dini” tersebut.

BACA JUGA: Tegal Lockdown, Bus AKAP Tidak Melayani Penumpang

“Keputusan perantau yang bermukim di Jabodetabek untuk pulang ke kampung halaman dilatarbelakangi oleh tidak adanya jaminan hidup diperantauan. Adalah hal yang logis, karena tuntuan biaya hidup cukup tinggi di ibukota,” kata Djoko dalam rilisnya yang diterima Jumat (27/3/2020). 

Rombongan pulang kampung ke beberapa kabupaten di Jabar, Jateng, dan Jatim tengah berlangsung, termasuk ke Wonogiri yang memang menjadi salah satu penyumbang sektor informal di Jakarta dan sekitarnya. 

BACA JUGA: Tegal Lockdown, Dedy: Lebih Baik Dibenci Daripada Maut Menjemput

“Karena keputusannya lambat, maka masyarakat asli Wonogiri di Jabodetabek memutuskan mudik lebih awal, yaitu sebelum ada larangan. Hal yang sama juga dilakukan masyarakat luar Jabodetabek lainnya yang bekerja di sektor informal dengan pendapatan harian,” papar Djoko.

Kabar terkini, ujarnya, satu pasien positif virus orona yang saat ini dirawat di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri diketahui merupakan supir bus jurusan Wonogiri-Bogor. 

Ia mengemukakan saat ini Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) lewat media sosialnya sudah memberikan imbauan agar tahun ini tak usah mudik, khawatir justru bikin sakit orang sekampung.

Namun, ujarnya, diharapkan keputusan agar masyarakat tidak melakukan mudik pada tahun ini, disuarakan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Keputusan tidak mudik Lebaran tahun ini oleh Presiden sangat dinanti,” ujar Djoko.

Pemerintah telah membuat tiga skenario untuk mudik Lebaran 2020. Pertama, bussines as usual artinya mudik Lebaran seperti dilaksanakan pada tahun-tahun sebelumnya. 

Kedua, meniadakan mudik gratis baik oleh pemerintah, BUMN, swasta maupun perorangan. Ketiga, pelarangan mudik.

Jika pelarangan mudik yang diambil, maka pemerintah mesti memikirkan ekonomi kalangan pekerja di sektor informal yang tidak lagi memiliki pekerjaan dan diimbau tak mudik. 

Pekerja sektor informal, seperti pengemudi ojek online (ojol), pedagang kaki lima (PKL), petugas cleaning service, office boy, petugas keamanan (satpam), buruh bangunan.

Untuk menyokong kehidupan mereka, pemerintah bisa melakukan sejumlah cara, Salah satunya, mengalokasikan anggaran mudik gratis kepada warga tak mudik dalam bentuk voucher bantuan sembako Lebaran. 

Pemerintah dapat bekerjasama dengan peritel minimarket atau toko modern lainnya, sehingga voucher tersebut mudah ditukarkan di gerai terdekat.

Masyarakat yang mengikuti program mudik gratis tahun lalu lebih diprioritaskan. 

“Data pemudik gratis itu masih ada dan bisa digunakan untuk pemberian bantuan itu,” harap Djoko.

Di saat Lebaran, masyarakat masih bisa melakukan video call dengan keluarga dan kerabat di kampung halaman. Pemerintah juga agar dapat memberikan keringanan biaya penggunaan telepon seluler. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Linda Teti Cordina

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2025 by GenPI.co