GenPI.co - Kalkulasi politik tidak bisa dilepaskan dari perhelatan pemilu atau pilkada di era sebelumnya.
Di Jawa Tengah, Ganjar memiliki Wakil Gubernur, Gus Yasin yang berasal dari kalangan agamis.
BACA JUGA: 2 Tokoh Ini Penghalang Ganjar Pranowo di Pilpres 2024
Sedangkan di level nasional, peta politik itu tidak terlalu jauh berbeda. Joko Widodo menggandeng Ma'ruf Amin sebagai Wakil Presiden yang juga berasal dari kalangan agamis.
Lalu, seperti apa peta kekuatan jika Ganjar yang saat ini elektabilitasnya semakin tinggi, disandingkan kembali dengan tokoh agamis?
Pengamat politik Yuwanto berpendapat, ada kemungkinan pola tersebut masih tetap mendulang suara pada kontestasi mendatang.
Ketua Program Studi Doktor Ilmu Sosial Undip itu juga mengatakan, masyarakat Indonesia dalam beberapa tahun ke depan tidak akan jauh berbeda dengan sekarang.
BACA JUGA: Sudahlah, Puan Ngalah Saja! Ganjar Lebih Pantas Maju Pilpres 2024
“Termasuk masyarakat yang lebih mudah untuk ditimbulkan sisi subjektifitasnya,” kata Yuwanto kepada GenPI.co pada Sabtu (19/12).
Dikatakan Yuwanto, subjektifitas digambarkan seperti perasaan yang membedakan antara ‘kami’ dan ‘mereka’.
Ketika ada seorang calon pemimpin yang datang dari kalangan tertentu, ada kecenderungan kalangan tersebut akan memberikan dukungan didasarkan pada kesamaan tersebut.
“Oh itu calon pasangannya itu kan orang kita, nah, biasanya gitu,” katanya.
Ketika itu di lapangan dianggap sebagai sesuatu yang linear, maka manfaatnya akan besar karena merupakan refleksi dari meningkatnya elektabilitas.
Kendati begitu, kata Yuwanto, perilaku memilih adalah sesuatu yang misterius. Sebab, ada banyak faktor lain yang turut memengaruhi seseorang untuk memilih calon tertentu.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News