Puncak FTJ 2018 Dimeriahkan Tarian Kolosal

05 Mei 2018 07:04

Ribuan orang menghadiri malam puncak Festival Teluk Jailolo (FTJ 2018), Jumat (4/5) malam. Pengunjung dibuat terhipnotis oleh tiga tarian kolosal. Yaitu Sasadu On The Sea, Cry Jailolo, dan Balabala. Tiga tarian ini adalah karya koreografer Eko Supriyanto, yang namanya sudah berkelas internasional.

Tarian kolosal ini melibatkan 120 siswa SMP dan SMA yang ada di Halmahera Barat. Meski hanya latihan selama tiga minggu, seniman-seniman muda ini memberikan pertunjukan yang luar biasa.

Eko menjelaskan, Sasadu On The Sea yang merupakan seni pertunjukan drama musikal kontemporer yang memadukan unsur tarian tradisi, musik dan koreografi yang berakarkan seni budaya masyarakat Halmahera Barat.

"Makna dari tarian Sasadu On The Sea adalah memperkenalkan suku-suku yang ada di Halmahera Barat. Begitu besarnya kekayaan rempah-rempah di sini yang sudah sangat terkenal, sekaligus menunjukkan kerukunan antar suku dan agama yang ada di sini," jelas Eko.

Sedangkan Cry Jailolo merupakan tari kontemporer. Tarian ini merupakan gabungan tarian dari masing-masing suku di Halmahera Barat. Tarian ini dilakukan tujuh wanita dimana kakinya terus bergerak seluas ruang, sepanjang pergelaran. Gerak mirip orang berjinjit itu membentuk posisi diam, tapi terus bergerak. Mirip diamnya sekelompok ikan merah yang umumnya tinggal di terumbu karang, namun ekornya terus bergerak, sayapnya terus berkibasan. Gerak itu tak menimbulkan riak, seperti tak sedang menahan beban tubuh yang menggayuti.

Kaki-kaki itu menghentakkan lantai. Akibatnya menimbulkan suara lembut yang diikuti musik latar ritmis. Seolah-olah menggambarkan suara sepi dunia bawah laut Jailolo.

Makna dari tarian Cry Jailolo, untuk mengampanyekan kelestarian bawah laut yang indah. Terutama yang ada di Halmahera Barat. Namun, terkadang ada oknum yang jahil merusaknya.

"Cry Jailolo adalah sebuah narasi yang berkisah lewat perantara tubuh. Narasi tentang kerusakan biota bawah laut di perairan dangkal yang ditumbuhi karang-karang. Gerakannya adalah sekelompok ikan yang sedang mencari ke sana-kemari rumahnya yang hancur," tuturnya.

Sementara Tarian Balabala adalah penampilan yang menyeimbangkan tarian 'Cry Jailolo'. Perpaduan tari tradisional dan kontemporer ini dilakukan oleh tujuh pria. Tarian Balabala menampilkan lima orang penari perempuan asal Jailolo. Diiringi irama musik yang dikomposisi oleh Nyak Ina Raseuki, para penari menampilkan salah satu koreografi perang Cakalele dan Soya-soya yang biasa digerakkan oleh kaum Hawa.

"Tarian ini untuk mengembangkan cerita tentang peran gender di kawasan Indonesia Timur. Ini adalah sebuah proses, bukan hanya tampil saja, untuk membangun ruang bagi lima perempuan muda untuk menata ulang sejarah, masyarakat dan pembendaharaan gerakan mereka," terang Eko

Ketiga tarian ini sudah pernah menyapa Australia, Jepang, New Zealand, beberapa negara Eropa. Juga di New York serta Washington DC di Amerika Serikat. Cry Jailolo juga mendapat kesempatan mewakili Indonesia di acara Frankfurt Book Fair 2014 di Jerman dan di beberapa panggung teater di Eropa seperti Belgia dan Swiss.

Bupati Halmahera Barat Danny Missy mengatakan, Festival Teluk Jailolo pertama kali digelar pada 2009. Festival ini telah menjadi wadah untuk memperkenalkan budaya, kesenian dan potensi wisata Halmahera Barat.

Tujuan penyelengaraan FTJ, lanjut Bupati Danny, adalah untuk menumbuhkan dan mengukuhkan kembali identitas Halmahera Barat sebagai daerah yang kaya. Kekayaan ini tercermin dalam sumber daya alam dan sumber daya budi.

"Inilah yang menjadi daya dorong dalam membangun pariwisata terintegrasi berbasis pelestarian budaya dengan akar sejarah kejayaan Kepulauan Rempah Moloku Kie Raha," kata Bupati Danny.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Paskalis Yuri Alfred

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2025 by GenPI.co