GenPI.co - Selama pandemi virus corona (covid-19) pastinya membuat banyak orang bosan menghabiskan waktu di rumah, demikian juga dengan aku.
Sampai akhirnya aku dan ketiga orang sahabatku Priska, Alvina dan Stella memutuskan untuk staycation di salah satu hotel bintang empat di Braga, Kota Bandung.
BACA JUGA: Makin Ngeri! Jokowi Ternyata Lakukan Ini
Kami berempat sepakat memilih waktu Jumat malam untuk menginap, kami memilih waktu tersebut karena besok sudah memasuki akhir pekan sehingga tidak ada yang akan menganggu liburan sejenak kami.
Hanya berkomunikasi di grup WhatsApp kami berempat melihat penampakan hotel ini cukup bagus.
Walau tidak terlalu tinggi, di lantai 17 terdapat rooftop bar lengkap dengan kolam renangnya. Selesai review, kami melakukan pemesanan secara online.
BACA JUGA: Refly Harun Prediksi Nasib Gatot Nurmantyo, Ngeri!
Jumat malam aku dan ketiga orang sahabat satu persatu mendatangi hotel tersebut sepulang bekerja. Aku menjadi orang yang terakhir datang malam itu pukul 21:00 WIB.
Lokasi hotel ini tepat berada di sepanjang jalan Braga, di mana menjelang akhir pekan jalanan ini sangat ramai dengan anak muda yang berkumpul karena banyaknya cafe hits.
Karena membawa kendaraan sendiri aku harus parkir terlebih dahulu di basement, setelah itu menuju lobby dan menaiki lift untuk sampai di lantai kamarku.
BACA JUGA: Ngeri! Jokowi Berubah, Sekarang Sudah Tidak Pro Rakyat
Suasana hotel sangat sepi, hanya terlihat seorang satpam di pintu masuk lobby dan seorang resepsionis. Hal yang terlintas di benakku, mungkin karena pandemi makanya tidak terlalu banyak karyawan yang di pekerjakan.
Aku menginap di lantai tujuh dengan nomor kamar 703. Lokasi kamar tidak terlalu jauh dari lift, sehingga begitu pintu lift terbuka sangat terdengar jelas ketiga sahabatku sedang asik berbicara dengan penuh tawa.
BACA JUGA: Din Syamsuddin Makin Ngeri! Bongkar Langkah Gatot Nurmantyo
Aku pun memencet bel dan bergabung dengan keceriaan mereka malam itu.
Terus menerus tertawa membuat kami kelelahan, sehingga tidak jarang beberapa menit untuk terdiam.
Saat kami berempat tidak sama sekali mengeluarkan suara, suasana hotel benar-benar terasa sepi. Kami satu sama lain saling bertanya-tanya apakah di kamar samping kiri dan kanan merasa terganggu dengan suara kami.
Salah satu dari temanku, Stella mengambil gelas dan menempelkan pada dinding kanan kamar kami, untuk memastikan apakah ada orang di kamar sebelah atau tidak.
Saat menempelkan telinga awalnya Stella tidak mendengar apapun sampai akhirnya ia mengeluarkan ekspresi sangat terkejut.
"Sumpah gue kaget banget! awalnya sepi banget nggak ada apa-apa sampai akhirnya ada yang nyalain televisi dan volumenya kencang banget, bikin gue jantungan!" jelas Stella, dengan penuh ekspresi.
"Yaelaaaaah," ucap kami bertiga sambil melempar bantal pada Stella.
Jam menunjukan pukul 22:40 kami berempat memutuskan ingin bersantai di rooftop lantai 17 sambil berendam santai.
Kami berempat sudah menggunakan pakaian pendek yakni tank top dan hotpans karena ingin berfoto ala-ala di sekitaran kolam berenang.
Kami pun sampai di lantai 17 tempatnya sangat gelap nyaris tidak ada pencahayaan sama sekali.
Walau begitu kami masih berpikir positif mungkin memang begitu konsepnya, sampai akhirnya kami melewati sebuah pintu kaca memasuki area bar dan kolam berenang, tidak ada seorang pun berada di lantai ini.
Lantai rooftop ini sangat berdebu, bantal kursi berjatuhan di mana-mana, kondisi meja bar sangat berantakan lengkap dengan botol kaca dan gelas pecah berantakan.
Salah satu temanku, Priska mendekat menuju kolam renang dan menyentuh air. Ia mengatakan airnya sudah berlumut dan penuh dengan jentik nyamuk.
Lantai 17 hotel ini seakan sudah lama tidak dihuni, terlihat jelas sama sekali tak terawat, namun karena sudah sampai di ketinggian kami hanya ingin mengabadikan momen berfoto-foto di rooftop dengan background Kota Bandung.
Setelah selesai mengambil foto hal ganjil terjadi, tidak satu pun hasil potret kami fokus, begitu juga saat kami hanya mengambil potret pemandangan dari atas rooftop.
Hal yang makin membuat aku bingung, pakaian yang kami gunakan sudah cukup minim tapi saat berada di rooftop ini kami merasa kepanasan, padahal aku melihat suhu Kota Bandung saat itu menunjukan 16 derajat.
Aku dan ketiga sahabatku memutuskan untuk kembali ke kamar karena sudah mulai merasa tidak nyaman.
Begitu kami memasuki lift segera menekan tombol lantai 7. Saat pintu lift terbuka kami melihat lantai tersebut tertutup jeruji pagar besi, lantai tersebut pun sangat gelap.
Aku dengan cepat menutup pintu lift, sambil melihat ketiga temanku dengan ekspresi terkejut cenderung pucat.
Bulu kudukku berdiri, jantungku berdebar dengan sangat cepat. Aku memutuskan pergi ke lobby untuk bertanya pada resepsionis apa yang terjadi pada lantai tempat kami menginap.
Wanita di balik meja resepsionis tersebut menjelaskan tidak ada seorang pun yang dapat sampai ke lantai 17 karena lantai tersebut terkunci pagar jeruji besi.
Mendengar hal tersebut kami bingung karena jelas kami berempat sampai di rooftop tersebut. Mulai tidak nyaman dengan keadaan yang ada, kami memutuskan untuk keluar dari hotel tersebut segera setelah mengganti baju.
Setelah mengemasi barang dan ingin melakukan check out, resepsionis tersebut meminta seorang rekannya untuk memeriksa kami sebelum pergi.
Seorang cleaning service memberitahukan terdapat kamera polaroid tertinggal di atas tempat tidur. Setelah kamera tersebut diberikan pada kami Alvina menyalakan kamera untuk mengambil foto kami terakhir sebelum pulang.
Setelah hasil foto keluar tidak ada seorang pun yang terambil potret dirinya selain aku.
Tubuhku mendadak dingin, bulu kuduk berdiri dan jantungku berdetak dengan kacaunya.
Tanpa berpikir panjang aku berlari keluar hotel tanpa ingin melihat lagi kebelakang, sampai di luar dan melihat keramaian jalan Braga, nyaliku kembali dan melihat ke belakang.
Ternyata, hotel yang aku masuki sudah diikat dengan garis polisi dan nyaris 1 tahun tidak beroperasional.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News