GenPI.co - Kasus perceraian di Pulau Jawa Meningkat akibat dampak dari pandemi corona. Direktorat Jendral Badan Pengadilan Mahkamah Agung (Dirjen Badilag MARI), Aco Nur menduga hal itu dilatarbelakangi faktor ekonomi.
"Akibat COVID-19 kan banyak di PHK, sehingga ekonomi enggak berjalan lebih baik. Hal itu membuat Ibu-ibu enggak mendapat jaminan dari suaminya," ujar Aco di Jakarta, Jumat (28/8).
BACA JUGA: Beginilah Jadi Suami Baik, Istri Malah Minta Cerai
Menurut Aco, mayoritas penggugat cerai yang masuk dalam daftar pengadilan agama berasal dari istri, dilandasi faktor ekonomi.
Penggugat perceraian umumnya di Pulau Jawa khususnya di Provinsi Jawa Barat, kemudian di kota Semarang, dan Surabaya.
Aco memaparkan saat awal penerapan PSBB pada April dan Mei 2020, perceraian di Indonesia di bawah 20.000 kasus.
Namun pada bulan Juni dan Juli 2020, jumlah perceraian meningkat menjadi 57.000 kasus.
Penutupan pengadilan selama PSBB juga memberi pengaruh dalam peningkatan kasus perceraian di pengadilan agama, akibat pergeseran pendaftaran cerai di bulan April dan Mei ke bulan Juni dan Juli.
BACA JUGA: Puan Maharani Sentil Jokowi
"Jadi pendaftaran April dan Mei tertunda sehingga menumpuk ketika mulai new normal," ujarnya.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News