Izinkan Aku Mengulang Kembali Usia 16 Tahunku…

02 April 2020 15:40

GenPI.co - Saat masa SMA, aku hanya mengenal Josep selama tiga bulan. 

Aku adalah murid yang “tertindas” di sekolah, setiap pagi aku harus buru-buru berangkat, karena aku mempunyai tanggung jawab untuk membelikan senior dan anggotanya roti bungkus di sekolah.

Saat itu usiaku 16 tahun. Supaya tak terlambat, aku terbiasa berlari. Ya, itu pilihan terakhirku, jika aku tidak melakukannya alhasil aku akan dipermalukan.

Memang sekolahku terkenal dengan senioritasnya.

BACA JUGA: Hati Selly Hancur di Tanah Perantauan Sang Kekasih

Bukan hanya setiap pagi saja aku selalu memberikan roti bungkus untuk seniorku, bahkan terkadang uang jajanku diminta juga.

Namun, saat aku sudah tak kuasa menahan perlakuan mereka, aku tertarik dengan seorang teman pria di kelas, dia murid baru.

Aku yang memang terkenal kutu buku hanya bisa memandangnya dari jauh. Tidak seperti teman-teman yang lain yang bisa dengan cepat mendekatinya. 

Josep memang tampan sekali. Kulitnya putih, rambutnya sedikit kecokelatan, matanya cokelat, dan hidungnya mancung. Sempurna sekali.

Saat itu kejadian yang memalukan terjadi padaku. Saat aku sedang memandang Josep, seniorku melihat aku dan langsung memanggilku. Tanpa butuh waktu lama aku berlalu menghampiri seniorku di lapangan sekolah. 

Disitu lah aku dipermalukan. "Woy, kutu buku ini suka sama murid baru tuh. Memang elu cakep?!," kata salah satu senior yang tak bisa aku sebutkan namanya. 

BACA JUGA: Baju Pengantin Tinggal Kenangan, Semoga Kau Bahagia

Aku sadar tak pantas untuk Josep, aku berlari dan berlari sambil ditertawakan semua orang di gedung sekolah. Aku berlari hingga lantai 4 sekolahku. Aku ingin bunuh diri, ketika itu. Ternyata, di situ ada Josep yang sedang duduk dan aku tidak menyadarinya.

"Sudah cape ya jalanin hidup, jangan mau ditindas bodoh!," kata Josep.

Aku sudah tak memandang Josep lagi, aku berteriak sambil menangis. Tanpa sadar aku mengatakan kalau mereka jahat, dan tidak pernah melihat kelebihanku. 

Kemudian Josep bilang kepadaku "Oke, aku ngerti. Ikut denganku. Kita balas mereka," ujarnya.

Saat itu, aku tidak tahu maksud dan tujuan Josep, hanya pasrah mengikutinya. 

Ternyata kami menghampiri senior yang sudah mempermalukanku. Kejadian yang aku tidak sangka datang, Josep mencium keningku di hadapan mereka dan membelai rambutku.

Semua orang yang berada di kantin langsung menyoraki seniorku itu. Semua orang mengatakan seniorku kalah dengan seorang kutu buku seperti diriku ini. 

Saat pulang sekolah, bahkan tanganku digenggam Josep sampai terminal Blok M tempat aku menunggu bus pulang.

Aku hanya bisa mengucapkan terima kasih dan jantungku seperti berdetak kencang tak karuan. Aku bahkan seperti tidak pernah merasakan bahagia seperti ini. 

Keesokan harinya, saat berangkat sekolah aku tidak sengaja bertemu dengannya di terminal. Ia senyum tanpa kata, itu saja sudah membuatku bahagia setengah mati.

Kami tiba di sekolah, saat jam istirahat. Ia tidak ada, saat hendak pulang. 

Pihak sekolah menginformasikan Josep sudah meninggal. Ia bunuh diri. 

"Apa yang terjadi dengannya?" Aku seperti tidak menyangka dan merasa sedih sekali. Orang yang aku cintai kini sudah tiada, dia yang menyuruhku untuk hidup tetapi dia yang tidak hidup."

Tidak menyangka hal ini akan terjadi. Keesokokan harinya, aku mencoba mencari tahu kenapa ia meninggal. 

Teringat, aku melihat catatan terjatuh di loteng lantai 4 itu sewaktu aku mencoba bunuh diri. Aku berlari ke loteng untuk mendapat catatannya.

Aku melihat disana ia banyak menuliskan kisah sedih, terlebih saat pertama kali ia terlibat kecelakaan mobil bersama dengan kedua sahabatnya. Sepertinya ia merasa bersalah atas hal itu, karena hanya dia yang selamat dari kecelakaan maut itu.

Delapan tahun berlalu, aku pergi ke sebuah kedai kopi di dekat terminal Blok M. Selama delapan tahun kepergiannya aku masih sangat sedih dan selalu memikirkannya. 

Setibanya aku di kedai kopi tersebut, aku bertemu dengan ibu-ibu yang sedang memasukkan bingkai foto. Ia pemilik kedai, dan ibu dari Joseph. Aku tahu karena aku melihat bingkai foto dengan foto Josep dimasukkan ke dalam dus oleh ibu itu.

Aku bertanya kepadanya, ibu itu menjelaskan putranya bunuh diri karena rasa bersalah. Rupanya saat itu kedua orang tuanya adalah keluarga kaya raya, ia selalu diberikan fasilitas dan uang. Tetapi, bukan itu yang diinginkan Josep. 

Selain itu, di sekolah lamanya. Ia dan kedua sahabatnya sedang bolos sekolah, Joseph lah yang mengajak mereka tak masuk sekolah. Mereka pergi ke Puncak, Jawa Barat. 

Dalam perjalanan berangkat mobilnya terlibat kecelakaan. Hanya Josep yang berhasil diselamatkan, kedua sahabatnya tidak.

Orang tua mereka bahkan menyalahkan Josep, ia terpukul. Sedangkan saat itu dukungan orang terdekat seperti orang tua tidak ada. 

Ibunya berpikir bahwa uang yang dapat menenangkan Josep. Betapa terpukulnya ibunya itu dengan kejadian tragis yang dilakukan anaknya, dan hanya bisa menyesal.

Setelah aku pulang dari kedai kopi, aku langsung menuju makam Josep. Aku memberikan dia bunga, aku bercerita kepadanya. Aku rindu delapan tahun lalu dan ingin sekali untuk mengulangnya.

Namun, saat mengulang masa delapan tahun lalu itu akan aku isi dengan dukunganku untuk Josep. 

Aku ingin mengatakan bahwa bukan dia yang bersalah. Aku mau mendukung keterpurukan Josep, meskipun tidak ada raut wajah kesedihan dari Josep.

Setiba aku pulang dari makam, aku tertidur. Aku memimpikan Josep, saat itu mimpinya dia hanya tersenyum dan melambaikan tangannya. Aku merasa aneh saat itu, aku merasa tenang dan berbeda dari sebelumnya. Mungkin karena aku sudah tahu penyebab kematiannya, mungkin juga Josep sudah tahu aku mencintainya dari awal saat aku bertemu dengannya. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2025 by GenPI.co